Monday, September 24, 2012

Just A Quick Note To Self

Never overdo something, even when you think of it as the most exciting thing to do.
Never overdo something, even when you think of it as something that you really are passionate about.
Never overdo something, even when they said that your hard work and persistence will make you get through anything.
Never overdo anythinganything at all!

Because, really, anything in excess is never good.

It is too early to complain. Yes, it is way too early.
But It's fine, because I know you can bounce back and do better. You can, and well, you kinda have to.

Good luck and do everything in balance, Yas.
You know you can do it!



(I always find self-talking as a helpful method to overcome my anxiety, so I reckon a self-writing will do the same)

Friday, September 21, 2012

Skripsi untuk S.Psi

Sesuai rencana awal, saya bertekad untuk menyelesaikan skripsi semester ini. Agak ngeri sih, mengingat semester ini saya juga harus bikin penelitian kelompok untuk mata kuliah Penelitian Kualitatif dan bikin satu sesi pelatihan psikologis untuk mata kuliah Pelatihan II. Belum lagi tugas-tugas mata kuliah yang lain. Tapi karena kuliah saya juga cuma 12 SKS sehingga saya hanya kuliah tiga hari seminggu, saya kembali menantang diri saya sendiri. Ah, masa sih nggak bisa. Jadi kalau ditanya kenapa mau lulus tiga setengah padahal masih punya 'simpenan umur', selain karena alasan mau kerja-kerja dikit dulu sebelum S2 dan karena sayang harus bayar lima juta seratus ribu rupiah buat semester delapan padahal udah nggak ada kuliah apa-apa lagi, saya juga akan jawab ini: Karena saya ingin membuktikan ke diri saya sendiri kalau saya bisa. Bukan untuk membuktikan keraguan orang lain, tapi untuk membuktikan ke diri saya sendiri kalau saya benar-benar bisa menjalankan hidup yang seimbang versi diri saya sendiri.


Saya dan beberapa dekat saya yang sama-sama jatuh cinta sama parenting kemudian memutuskan untuk ikut payung penelitian dosen saya tentang Parental Self-Efficacy. PSE adalah keyakinan orang tua untuk melakukan tanggung jawab sebagai orang tua—seberapa yakin ia untuk jadi orang tua yang baik. Di penelitian ini, saya ingin mencari tahu korelasi PSE dengan religiusitas ibu. Kenapa? Alasan sebenarnya sih karena saya mau tahu pengaruh positif (manfaat) agama buat kehidupan sehari-hari. Khususnya manfaat yang konkret dan bisa diukur. Kenapa? Supaya orang-orang yang nggak percaya itu bisa terbuka pikirannya, meskipun mungkin hanya sedikit. Supaya mereka yang bilang 'ah, agama nggak penting-penting amat buat hidup gue' bisa tau kalau dibalik semua kewajiban yang harus dijalankan, ada banyak manfaat yang bisa dipetik langsung—kalau memang segala sesuatu yang mereka lakukan di dunia harus bisa ditelaah manfaatnya secara logis. 

Alasan seriusnya apa? Yah, kalau alasan ala-skripsinya mah yang ada di Bab I. Iya, Bab I yang belum selesai padahal ditenggatwaktuin (sama diri sendiri) untuk selesai setidaknya tiga hari lagi. Yang jelas, saya seneng banget karena akhirnya nemu topik yang bisa menjembatani minat pribadi saya. Segala sesuatu yang dilakuin dengan passion pasti akan memberikan hasil yang lebih baik, saya percaya itu. 


Sejauh ini, saya ngerasa semuanya lancar. Saya udah dapet alat ukur buat kedua variabel, meskipun masih harus dialihbahasakan. Seneng banget rasanya karena tes untuk mengukur Islamic Religiosity-nya saya dapetin langsung dari orang yang bikin tes itu, Professor Steven Krauss (Abdul-Lateef Abdullah). Seneng banget karena saya sebelumnya udah sering banget ngirim e-mail ke beberapa profesor yang bikin suatu konstruk atau teori psikologis, dan nggak pernah dapet balesan apa-apa. Eh, giliran buat skripsi, dibales dalam waktu satu jam aja dong—dikirimin item dan panduan skoringnya segala lagi. Begitu saya ajuin beberapa pertanyaan setelah saya baca alat ukurnya, beliau malah ngirimin saya disertasinya. Disertasi yang nggak dipublikasiin di internet sehingga saya awalnya sempat ngerasa putus asa. Disertasi yang bagus banget karena bener-bener bisa nyeimbangin teori psikologi barat dengan Al-Qur'an. Alat ukur yang dia buat di tesis itu setiap item-nya ada landasan ayat Qur'an atau hadisnya! That man is definitely my heroBener kan, masih ada orang yang sebaik itu kok, serendah diri itu, padahal udah Ph.D. 



Meskipun mungkin belum ngerasain bagian susahnya dari bikin skripsi, saya yakin kok kalau saya bisa wisuda Februari 2013. Kenapa? Karena saya lagi mendalami teori self-efficacy, dan menemukan berbagai hasil penelitian yang menunjukkan bahwa self-efficacy atau keyakinan pada sesuatu berkorelasi positif dengan keberhasilan dalam mengerjakan hal tersebut. Dan satu lagi, yang lebih penting: karena saya berdoa setiap buka puasa dan waktu-waktu yang mustajab lainnya. Kenapa yakin banget sama doa? Karena memang hampir setiap doa yang saya ucapin setiap tahun ketika berbuka puasa di bulan ramadhan selalu dikabulin sama Allah. Yang pasti saya selalu tahu kalau Allah akan selalu mengabulkan doa saya dan akan selalu memberikan yang terbaik buat saya. Yes, I am always blessed  - maybe a lot more that I deserve.











Bismillahirrahmanirrahim. Semoga target yang satu ini bisa tercapai, dan semoga ini memang yang paling baik buat saya.

Doain ya :)

Sunday, September 9, 2012

About The Time Spent With Family

Udah lama banget rasanya kami nggak pergi jauh sekeluarga buat liburan. Terakhir pergi bareng pas Umroh - tapi saya nggak mau nyebut itu liburan karena niatnya memang untuk ibadah, bukan sekedar untuk ngeliat negara atau bangunan-bangunan terkenal yang belum pernah didatangi.

Gara-gara itu, liburan lebaran kemarin kami habiskan dengan pergi ke Palembang, kota kelahiran ibu saya. Supaya liburannya lebih kerasa, kami pergi ke Palembang pake mobil. Kali ini semuanya sepakat, karena adik saya juga udah bisa nyetir mobil, jadi kami nggak perlu khawatir ayah saya kecapean.

Palembang bukan tempat yang pas buat jalan-jalan, percaya deh, karena nggak ada tempat wisata di sana - selain Jembatan Ampera dan wilayah sekitarnya deh ya. Nggak ada pantai, nggak ada gunung, mall yang bagus juga cuma sedikit - itupun sering mati lampu. Yang bikin saya jatuh cinta sama Palembang cuma suasananya yang tetep homey meskipun jauh dari rumah (karena selama di sana kami selalu berkunjung ke rumah saudara atau rumah sahabat-sahabat ibu saya yang sudah dianggap seperti keluarga sendiri) dan tentu saja... Makanannya! Pempek rebus pinggir jalan yang harganya dua ribu-an tapi tetep lebih nikmat daripada pempek di Jakarta, Pempek tunu dan lenggang tunu yang mangkal di depan kuburan nenek saya - yang makannya pake keringet tapi nikmatnya luar biasa, es kacang merah yang meskipun udah mulai ada di Jakarta tapi belum ada yang pas di lidah, tekwan, model, martabak kari, pempek lagi, dan makanan-makanan lain yang akhirnya bikin saya cuma makan nasi dua kali selama ada di Palembang. Oh iya, sok-sokan berbicara dengan Bahasa Palembang selama ada di sana juga menyenangkan.

Tapi, menurut saya, yang paling berkesan dari perjalanan kemarin adalah kebersamaan dengan keluarga saya. Karena ayah saya sibuk kerja, ibu saya sibuk ceramah dan berorganisasi, saya sama Awwaab juga punya kesibukan nonakademis selain juga sibuk nugas, dan si Fari di pesantren, kami jarang banget bisa ngumpul berenam. Paling waktu berharganya cuma pas makan malem atau pas sahur aja, sambil cerita tentang kehidupan masing-masing di luar rumah.

Selama 13 jam dari Jakarta ke Palembang dan 16 jam dari Palembang ke Jakarta, saya ngerasa banget kalo momen-momen bersama keluarga adalah yang paling berharga dalam hidup saya. Sederhana sih ya, makan lauk yang udah dibawa dari rumah bareng-bareng; oper-operan dan suap-suapan, bercanda bareng, nyanyi bareng kalo lagi dapet sinyal radio yang selera musiknya lumayan bagus, ngaji bareng sambil muter kaset ngaji, dan cerita-cerita tentang hidup masing-masing.


Sederhana, tapi bikin saya bersyukur. Bersyukur sama Allah karena udah ngasih saya keluarga yang bisa bikin saya bahagia di dunia karena nggak pernah ada drama-dramanya, dan insya Allah bisa bikin saya bahagia di akhirat karena tetep bisa ketemu mereka semua nanti di surga - Aamiin.

Oh iya, buat kepentingan *ehem* skripsi, kemarin saya baca jurnal penelitiannya Loren Marks yang judulnya 'How Does Religion Influence Marriage? Christian, Jewish, Mormon, and Muslim Perspectives'. It really is an interesting research and probably the most interesting journal that I've ever read --  maybe because it is a qualitative research so I can read people's opinion--instead of some numbers that simplify everything. Saya bahkan sampai berkaca-kaca bacanya. Kenapa? Karena ada beberapa kutipan wawancara yang kayak gini:

[At prayer time, we say to] the kids, “Let’s quit the TV, and pray, and you go back to the TV later.”. . . [So at] the end of the day I have my kids around me and [I] thank God that they are healthy and safe....My intention [is], I’m caring about my wife and my kids because my God asked me to care about them...my God asked me to do that.
Atau yang satu ini:

Q: Are there any faith practices that hold special meaning for you as a couple?
A: One is Ramadan, because Ramadan is where families come together, eat together, fast together, wake up early in the morning to [break the fast together],...to support you for the day. . . . That’s what we do as a family . . . together.

Kenapa berkaca-kaca? Because it reminds me of my very own family.





Keluarga kecil saya nanti juga harus kayak gitu! Aamiin :)

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...