Wednesday, December 29, 2010

Kebanggaan Kami, Garuda.


"Gaining much love and respect. That's not losing. That's winning. Big time."

- Indra Herlambang.

Seperti yang semua orang tau, Timnas Indonesia belum berhasil bawa pulang piala AFF. Tapi, seperti juga yang semua orang tau, kita kalah terhormat. Kita selalu menang di kandang sendiri. Biarin aja dibilangin jago kandang, seenggaknya masih dibilang jago.

Di balik ketidakberhasilan Indonesia dalam meraih piala AFF 2010 (saya nggak mau bilang kekalahan, kita tetep juara kok meskipun hanya juara dua) ini, saya tetep salut sama timnas kita. Kenapa? Karena mereka berhasil menyatukan kembali orang-orang Indonesia. Mereka bikin penduduk Indonesia sejenak ngelupain konflik-konflik yang ada, yang bikin penduduk Indonesia jadi terpecah belah. Liat aja. Udah nggak ada lagi si oranye atau si biru. Udah nggak ada lagi si Islam atau si Kristen. Semua jadi satu, bergabung menjadi si merah, dengan keinginan yang sama. Ini sesuai banget sama 'Robert's Cave Study'-nya Muzafer Sherif (1954), yang menunjukkan bahwa keberadaan superordinate goal (yang salah satunya bisa berupa common enemy - dalam kasus ini contohnya Malaysia yang udah bikin kita kesel gara-gara laser dan segala-bentuk-kecurangannya) bisa memperbaiki hubungan antarkelompok.

Meskipun belum berhasil meraih piala AFF 2010, Timnas Indonesia setidaknya udah nunjukin perbaikan prestasi yang sangat baik. Mereka setidaknya udah berhasil membuat saya, untuk pertama kalinya, betah nongkrongin pertandingan bola dari awal sampai selesai - hal yang bahkan nggak bisa dilakuin oleh negara-negara peserta World Cup sekalipun. Bukan saya aja loh yang ngerasain itu. Saya yakin banyak orang di luar sana yang nggak pernah sekalipun betah nonton bola tapi tersihir pas nonton Timnas Indonesia berlaga di AFF, sehingga lalu lintas jalanan di Jakarta yang nggak pernah nggak macet pasti jadi lengang kalau Timnas lagi berlaga.

Timnas Indonesia setidaknya udah menyatukan penduduk Indonesia. Mereka setidaknya udah bikin nasionalisme kita jadi meningkat berkali-kali-kali lipat. Mereka setidaknya udah bikin banyak pedagang pakaian yang pintar memanfaatkan situasi jadi kaya mendadak. Mereka setidaknya udah bikin Pak SBY lepas dari tugas negara sejenak, meskipun kayaknya masih banyak yang ada di pikiran beliau sehingga mukanya selalu datar bahkan saat gol dan sehingga kantung matanya kian tebal. Mereka setidaknya udah bikin wartawan (termasuk wartawan infotainment) punya berita yang bisa dilebih-lebihkan. Mereka setidaknya udah bikin RCTI menguasai rating TV dari jam tujuh sampai sembilan malam, meskipun Trans TV nayangin film spesial liburan dan Trans 7 nayangin OVJ secara live. Mereka setidaknya udah bikin Kiky Amalia jadi bintang iklan operator telfon. Mereka setidaknya udah bikin Indonesia jadi lebih terkenal di dunia, khususnya di dunia twitter. Mereka setidaknya udah ngajarin penduduk Indonesia untuk menjadi pendukung yang baik dan setia. Pendukung yang sportif dan menerima kekalahan - sehingga bisa menghasilkan 'Congratulation Malaysia' di trending topics dan bisa keluar GBK tanpa ricuh dan rusuh.







Mereka setidaknya membuat kita semua bangga
akan garuda dan Indonesia.

Friday, December 24, 2010

Hello/Goodbye

Banyak hal yang terjadi di tahun 2010. Berbagai kepanitiaan, kerjaan kecil-kecilan, dan dua semester perkuliahan. Banyak ilmu baru. Banyak pelajaran baru.

Awal tahun ini, saya bikin beberapa target yang (se)harus(nya) saya capai di tahun 2010. Nggak banyak kok. Nih beberapa yang saya inget:

1. Ngurangin prokrastinasi
Meskipun belum bener-bener ilang, setidaknya saya nggak kualahan karena banyak tugas yang numpuk - meskipun semua mata kuliah punya semacam tugas akhir yang harus dikerjain, soalnya banyak yang saya cicil dari jauh-jauh hari. Cuma saya tetep jadi prokrastinator hebat kalo menyangkut urusan belajar sebelum ujian. Tapi karena dengan belajar pake sistem SKS saya malah jadi lebih inget apa yang udah saya cram, alhamdulillah nggak ada masalah yang berarti sih.

2. Manfaatin buku agenda
Well done! (Meskipun makin kebelakang makin sepi isinya karena suka lupa ngisi)

3. Naikin IP
IP semester dua saya alhamdulillah naik, meskipun nggak pesat dan belum mencapai target - mungkin karena target saya terlalu tinggi dan ga sebanding sama kompetensi saya. Saya belum tau IP semester ini dan nilai yang udah keluar juga belum banyak, jadi saya belum bisa bilang apa-apa. Tapi insya Allah naik lagi. Amin! Amin!

4. Cari uang & nabung
Pas nulis poin yang ini awal tahun lalu saya agak skeptis. Apa iya saya bisa cari duit sendiri? Mau jadi apa emang? Punya skill apa emang? Tapi thanks to GagasMedia yang (entah kenapa) ngelolosin saya jadi first reader untuk dua periode, saya jadi punya sedikit pemasukan. Tapi nabungnya enggak, gara-gara banyak pengeluaran juga. Saya beli dua benda elektronik pake uang sendiri loh. Belinya yang murah banget sih namanya juga ga punya uang, tapi lumayan seneng kok, hihi.

5. Selektif milih kepanitiaan
Nah yang ini....... Gagal. Total. Saya mah orangnya murah dan nggak bisa bilang enggak. Tapi insya Allah tahun depan berubah. Harus berubah.

6. Nggak sering bolos
Yang ini awalnya berjalan dengan sangat baik, tapi di dua minggu terakhir sebelum UAS saya nyerah. Saya sempet jenuh dan ngalamin demotivasi, jadinya sering males berangkat kuliah dan bodohnya saya ikutin malesnya. Terus di minggu piastro juga saya cuma masuk kuliah psidik dan psibang; itu pun karena ada kuis. Jadi banyak yang ngepas deh absennya. Jadi ada yang nitip deh sekali (gimana dong abisnya uhuh).


Nah gitu deh evaluasinya. Nggak semua rencana saya berjalan dengan sempurna, tapi setidaknya saya udah berusaha buat berubah jadi orang yang lebih baik.

Resolusi saya untuk tahun depan nggak jauh beda. Yang paling penting, saya mau belajar bagi waktu: mana yang buat kuliah, mana yang buat BEM dan kepanitiaan, mana yang buat keluarga, mana yang buat temen, dan mana yang buat saya sendiri (ngurung diri di kamar dan nonton DVD sendirian, misalnya). Saya juga mau lebih yakin mengenai pekerjaan saya nanti. Saya harus yakin mau milih peminatan apa (sekarang condongnya ke psikologi perkembangan dan psikologi pendidikan, tapi anak labil kayak saya mah siapa yang tahu). Saya juga harus nanya-nanya apa aja yang sebenernya bisa dilakuin sama psikolog klinis anak di Indonesia. Saya juga harus yakin apa bener setelah jadi sarjana psikologi mau langsung lanjut profesi; apa mau coba kerja dulu. Terus, saya mau lebih profesional tahun depan. Nggak lagi-lagi deh bikin orang lain kecewa sama saya, apalagi yang ini dikasih amanah; bukan minta minta dikasih amanah. Harus kerja yang bener! Oh, dan karenanya saya harus bener-bener ngurangin kepanitiaan juga tahun depan. Yah, berhubung udah ngerasain berbagai jenis kepanitiaan di psikologi (baca: dari yang serius dan berbau-bau keilmuan atau isu strategis atau politik kampus sampe yang berhubungan sama seni dan olahraga), udah ngerti berbagai tipe panitia di kepanitiaan-kepanitiaan itu, boleh lah ya kalo tahun depan saya cuma ikut kepanitiaan-kepanitiaan yang ngena di saya.

Udah sih, itu aja yang saya harapkan bisa saya lakuin di tahun 2011. Intinya, saya cuma mau jadi orang yang lebih baik lagi. Saya cuma mau jadi lebih bahagia lagi.




Terima kasih untuk kebahagiaan yang Kau berikan tahun ini ya. Maaf yah saya mintanya banyak banget, apalagi kalau lagi bulan puasa. Jangan bosen-bosen ngasih saya yang terbaik. Jangan bosen-bosen negur dan ngasih tau saya kalau saya salah. Makasih ya nggak pernah lupa sama saya meskipun sayanya suka lupa. Makasih untuk selalu mendengarkan dan untuk selalu mengerti apa yang paling saya butuhkan, meskipun nggak selalu sesuai dengan apa yang saya minta.




Tahun depan, tahun depannya lagi, dan tahun-tahun seterusnya, tetap seperti itu ya!

Monday, December 20, 2010

Because We're Friends, Right?

A good friend tells his/her friend everything, even if the news is no good. That's one of several things I learned from watching Desperate Housewives. So don't get me wrong if I don't like secretive friends, who always hide something and not brave enough to tell. I mean, I'm your friend. That means I'm gonna support you after all. That means I'm just gonna be upset for a while, then will pretend to forget about those things. That means I'll never get mad just because you're trying to be honest.

When you keep it as a secret, you just make it thousand times worse. Though I know, at the end, I just gonna pretend that I'm okay with this and never mention this anymore. Because I'm your friend.

You know, you could've just told me.

Friday, December 17, 2010

The Sweetest Goodbye

Istrinya sepupu saya baru aja meninggal. Saya nggak bisa ngeliat kondisinya karena dia tinggal di Bandung, dan saya harus UAS hari Senin nanti.

Nggak ada yang nyangka Mbak Alda akan pergi secepat itu. Sampai kemarin, saat ia jatuh dari tangga dan mengalami pendarahan hebat. Sampai kemarin, saat dokter bilang kondisinya kritis dan ia mengalami stroke. Kayak kasusnya Sukma Ayu, kata dokter. Sampai tadi, saat dokter bilang udah nggak ada harapan lagi. Tinggal dilepas aja, kata dokter. Dokter memang bukan Tuhan dan nggak bisa sesotoy itu memprediksi kematian seseorang, tapi rupanya semua udah ikhlas melepas Mbak Alda. Jika kematian adalah yang terbaik, maka sesegerakanlah, kata ibu saya. Sampai tadi, keluarga bener-bener ikhlas membiarkan alat-alat yang membantu Mbak Alda agar tetap hidup dilepas. Passive euthanasia, kata bahasa kedokteran.

Saya langsung jadi inget Just Like Heaven, salah satu film yang udah saya tonton berkali-kali.

Saya nggak pernah ngalamin ini. Saya nggak pernah ditinggal 'pergi' sama siapapun yang kematiannya nggak ketebak. Dua nenek dan satu kakek saya udah meninggal, tapi nggak ada yang terlalu kaget karena usia mereka emang udah nggak muda lagi: badan mereka emang udah nggak fit lagi. Tapi ini.....

Saya jadi ngeri sendiri. Hidup-mati seseorang emang cuma Allah yang tau. Saya cuma bisa berdoa supaya Abin dan Nadine, dua keponakan saya yang lucu dan pinter itu, bisa tetep tumbuh dengan baik meskipun harus kehilangan ibunya sejak balita.

Sesebel-sebelnya saya sama orang tua saya kalo lagi berantemin sesuatu, saya tetep nggak bisa bayangin hidup saya kalau nggak ada salah satu dari mereka. Punya orang tua yang tau gimana cara mendidik anak yang baik dan benar serta selalu akur dan romantis adalah salah satu anugerah yang dikasih Allah buat saya. Ya, sepertinya sekarang saya hanya bisa bersyukur.

Dan berdoa.

Supaya Mbak Alda bisa istirahat dengan tenang, dan semua kebaikannya diterima oleh Allah.
Semoga Bang Oy tabah dan nerima kepergian Mbak Alda dengan ikhlas, setelah tadi mendaratkan kecupan terakhir di dahi Mbak Alda.
Semoga Abin dan Nadine pelan-pelan bisa ngerti bundanya pergi kemana, selalu doain bundanya, dan tetep bisa bertumbuh dan berkembang dengan baIk.

Selamat jalan, Mbak Alda!


Baik-baik ya di sana..... :')

Sunday, December 5, 2010

Because Life's Tough, and So Are We

November berjalan cepat sekali. Ada ulang tahun saya, bedah kampus, PDKM, dan kampanye kelas suksesi. Sisanya: tugas, tugas, tugas, dan kuis. November jelas berjalan cepat, karena banyak sekali yang harus saya kerjain, sampai-sampai dua puluh empat jam sehari dan tujuh hari seminggu rasanya belum cukup.

Di bulan November, saya ngerasain apa yang kebanyakan teman-teman saya rasain. Demotivasi. Dalam hal apapun. Saya jadi nggak semangat berangkat kuliah. Bahkan saya rasanya males banget ngurusin kampanye - padahal sebelumnya saya semangat karena saya suka apa yang saya lakuin, dan suka bekerja sama dengan anak-anak kampanye yang menyenangkan. Tapi di akhir masa kampanye saya kesal, capek, dan jenuh. Akibatnya, kampanye nggak berjalan semulus yang saya mau. Ya udahlah, untung kandidatnya baik-baik dan mau ngasih kritik dengan asertif, dengan baik-baik. Tapi rasa bersalahnya itu loh yang nggak bisa ilang sampe sekarang. Tapi, ya... udahlah.

Saya juga jadi nggak semangat buat ngerjain tugas-tugas yang seabrek. Di bulan November dan awal bulan Desember, saya dapet banyaaaak banget tugas pengantar UAS. Nggak main-main, semua mata kuliah ada tugasnya. Ada tugas penelitian Metpenstat II, makalah dan presentasi Psikologi Pendidikan, analisis jurnal Psikologi Belajar, laporan wawancara remaja dan dewasa madya Psikologi Pemberian Bantuan, analisis diri pake teori Psikologi Perkembangan, makalah dan presentasi Psikologi Industri dan Organisasi, dan - yang paling saya nggak suka - esay Psikologi Sosial. Saya tau sih ngeluh nggak bisa nyelesain masalah, tapi jujur deh, saya bosen duduk di depan komputer berjam-jam buat baca berbagai macam jurnal untuk referensi. Belum lagi, masih ada tugas BEM yang deadlinenya juga tinggal beberapa hari lagi.

Ya udahlah, saya cuma bisa senyum sambil ngerjain tugas-tugas itu sampe selesai. Saya harus tetep semangat ngerjainnya, apalagi kalo inget target saya yang menyangkut IP saya semester ini. Saya boleh ikut banyak kepanitiaan, tapi prioritas utama saya tetap pada urusan akademis, karena saya susah-susah masuk UI buat kuliah. Jadi saya nggak akan bisa maafin diri saya kalau IP saya semester ini turun gara-gara terlalu sibuk ngurusin urusan nonakademis. Jadi saya tetep harus serius ngerjain tugas-tugas terkutuk ini. Saya harus ngerjain semaksimal mungkin, supaya dapet hasil yang juga maksimal.

Saya percaya,





Semuanya akan jadi indah pada waktunya.
Nanti, saat saya ngecek SIAK-NG dan ngeliat IP saya naik pelan-pelan. Saat saya lulus program strata satu. Saat saya lulus program profesi psikologi klinis anak. Saat saya sudah resmi jadi seorang psikolog anak.

Saya tahu, seminggu kemarin dan beberapa minggu ke depan adalah minggu-minggu yang nggak mudah untuk saya jalani. Terlalu banyak tugas, terlalu banyak yang harus dikerjain, terlalu banyak tekanan.

Tapi, saya juga tahu, saya hanya harus serius dan bersungguh-sungguh dalam menjalani beberapa minggu ke depan. Kalau udah gitu, saya pasti bisa. Lagi pula, ini kan cuma sampai akhir Desember. Saya bisa senang-senang di bulan Januari. Saya bisa nonton DVD sesering yang saya mau!






LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...