Wednesday, August 11, 2010

To Be Surprised

I am a pretty-well-planned person. I always google the TransJakarta route before going somewhere by it. I have a schedule book so I can write down my monthly plan on it (because I’m aware that I’m a forgetful person). I planned to take an internship or job at this holiday so I don't seem that useless (by watching DVDs / playing games / browsing & chatting / reading novels all day long). I plan my college-schedule with my best mates, so we could always be together. We choose which courses we want to take, and which class of those courses we want to take. For this term, we planned not to choose courses on Friday, so we will always have a long weekend for at least the next six months. I plan to take professional degree as soon as I finish my bachelor’s degree, so I can be a psychologist (either a child one or a clinical one – I’m not sure yet). I even plan to have a husband that similar to my dad (well, who doesn’t?). That kind, that sweet, that perfect.

But, eventually, some of my plans don’t work out as well as it planned to be.

I sometimes forget to write down my monthly plan on the schedule book. Or sometimes I have two/three plans a day and I can’t write all of them because the space is too tiny. I ended up doing nothing at this holiday. I still go to my college at least three times a week to have some so-called meetings, of course, but because I can’t earn money from that, that doesn’t count. But, as the holiday is almost ended (which is right now), my firstreader mates told me that we have another chance! Yes, we have another chance to be GagasMedia’s firstreader, which means that we have another chance to read a looooot of manuscripts, and earn some money (ahem, money!). I didn’t get two courses I want to take (Sexual Behavior Psychology and Family Education), because everyone wants to take them and the website we use for the online-registration is down and keep showing ‘500 Internal Server Error’ for minutes (yes, even a minute is matter if you want to get all the courses you want). Because I didn't get them, I only get 20 credits (while I could take 24 credits). Yaps, unlike the plan, I can't have a long holiday every week. I even can’t take the same Research Methodology and Statistics class as Anis, Ita, Icca, Ekki, and Ryan’s. The only person I know who is also in that class is Posma – and thank God I still have him. This whole online-registration thing is so frustrating and makes us furious. What? You don’t believe that? Go check me and my friends’ twitter account, and see how furious we were yesterday. I don’t know about my last two plans I wrote before, obviously, but I hope I still can get a super-husband, and be a successful psychologist, mom, and wife. Doesn’t that sound perfect and lovely?


And I learned that sometimes we cannot get everything we want. Man proposes, God disposes – that’s what my mom said. Sometimes, His plan is different than ours. And here’s the cool fact: though His plan is not always the same as ours, His is always better!


That’s why I like this quote so much:

“Instead of telling our young people to plan ahead, we should tell them to plan to be surprised.”
-As heard in one of my favorite movie, Dan In Real Life.




Monday, July 26, 2010

Cukup Satu Kali

Saya tahu, cuma orang bodoh yang gambil 4 kepanitiaan yang waktunya hampir bersamaan (ITP, Kamaba, Transformer, Piastro) sekaligus. Saya pikir saya masih bisa membagi waktu dan konsentrasi. Ternyata... Saya nggak bisa.

Kamaba begitu menyita perhatian dan tenaga saya. Rapat hampir setiap hari dari pagi hingga sore bahkan malam, membahas acara dari segi konsep hingga teknis, dan lainnya. Tapi saya sangat menikmati menjadi bagian dari tim acara Kamaba. Capek memang - fisik dan pikiran - tapi saya jadi dapat banyak pelajaran. Saya juga dapat tanggung jawab yang lumayan banyak. Dan, sebagai reward-nya.... Saya dapat banyak "gosip" seputar kehidupan kampus. Karenanya, saya meletakkan Kamaba di prioritas pertama saya. Di atas tiga kepanitiaan yang lain.

Saya baru kali ini menyesal karena ngambil terlalu banyak kepanitiaan, sungguh. Tapi kali ini saya benar-benar sadar akan keserakahan saya, dan berjanji tidak akan mengambil lebih dari dua kepanitiaan yang waktunya bersamaan nantinya. Cukup sekali saya kebingungan begini. Cukup sekali saya bikin kecewa teman saya begini. Cukup sekali.



P.S: Maaf ya untuk pihak-pihak yang saya rugikan karena kebodohan saya yang satu ini. Wajar kok, kalau kalian kecewa sama saya. Saya nggak akan ngulangin ini, janji!

Tuesday, July 6, 2010

Ababilisme Masa SMP

Kemaren malem, saya chatting sama salah satu temen SMP saya lewat BBM. Kami dulu nggak terlalu deket (mungkin karena saya dulu mainnya sama cewek-cewek aja). Tapi rupaya flashback tentang memori SMP bisa membuat percakapan jadi begitu menyenangkan.

Saya ini orangnya pelupa, jadi untuk dapat mengingat sesuatu yang sudah cukup lama berlalu, saya butuh stimulus yang kuat.

Pada akhirnya, kemarin malam saya jadi ingat lagi beberapa kenangan SMP saya. Termasuk sebelum saya masuk ke kelas akselerasi. Saya ingat, dulu saya senang setengah mati karena bisa sekelas sama anak yang (dulu) saya suka. Saya ingat, dulu pas MOS kami sekelas nyanyi 'Sajojo' di tengah lapangan, dengan lumuran odol di pipi kami, supaya lebih mirip orang Irian (agak maksa sih emang). Saya ingat, dulu ada satu cowok yang usilnya bukan main, yang suka curi-curi pegang tangan saya (waktu itu saya masih amat sangat religius dan gamau tangan saya disentuh cowok sedetikpun, makanya dia jadi iseng colek-colek tangan saya terus) dan pernah nyentuh belakang kepala saya pake rekorder buat ngecek keberadaan rambut saya (dia kekeuh bilang saya botak gara-gara saya pake jilbab). Saya ingat pindah ke kelas akselerasi kemudian, dan mulai jadi jauh sama temen-temen saya di kelas reguler.

Beda dengan di SMA, perjalanan saya di kelas akselerasi ketika SMP agak lebih berat secara sosial (kalau SMA tentu lebih berat secara kognitif). Ketika SMP, sudah jadi tradisi turun-temurun sepertinya bahwa anak akselerasi akan dikucilkan oleh anak kelas reguler. Ini memang bukan tanpa sebab sih. Selain karena masalah "ababilitas", saya rasa ini karena kesenjangan yang disebabkan oleh para guru dan terutama koordinator kelas akselerasi (tuh kan saya nyalahin orang lagi). Bayangin aja, kami punya dispenser di kelas, sementara anak kelas reguler tidak. Kami punya komputer dengan koneksi internet, LCD, loker, dan AC, sementara anak kelas reguler tidak. Kursi kami bahkan seperti kursi anak kuliahan, dan boleh ditata sesuka kami, sementara anak kelas reguler tidak. Terlebih lagi, guru-guru selalu membanggakan kami secara berlebihan saat mereka mengajar di depan anak kelas reguler. Kalo saya nggak masuk aksel, mungkin saya juga bakalan sirik dan jadi benci anak aksel.

Anak reguler dapet banyak temen, kami cuma dapet banyak fasilitas. Sedih ya emang. Untungnya, temen sekelas saya yang cuma dua puluh itu pun juga asik-asik dan seru-seru, dan bikin saya nggak segampang itu ngelupain masa SMP saya. Saya juga ingat konflik-konflik kecil sampai besar yang pernah terjadi di kelas. Mulai dari karena ada anak yang kami rasa terlalu sombong dan otoriter, sampai karena masalah klise... berebutan cowok.

Lucu ya, kalau dipikir-pikir. Cuma gara-gara cowok, perempuan di kelas kami jadi terbagi dalam dua kubu. Sayang banget sih, kalo dipikir-pikir. Tapi jaman-jaman berantem itu justru yang bikin masa SMP saya jadi seru dan menyenangkan, terlebih karena gara-gara berantem-beranteman itu, saya jadi punya sahabat. Empat orang yang nggak pernah berantem sama saya sedikit pun sampai sekarang (percaya nggak sih?). Empat orang teman gosip, teman nonton dvd dan makan nasi goreng superpedes di basecamp (baca: rumah rista), tempat curhat, partner ngakak, temen nginep, dan temen pulang malem (padahal masih SMP tapi kami suka pulang jam 11 malem). Empat orang yang selalu jadi kesayangan saya.

Agak nggak ada konklusinya sih, postingan saya yang ini. Saya cuma seneng aja karena bisa kembali ingat masa-masa SMP saya yang penuh dengan tindakan bodoh (yang memang umum dilakukan oleh abg labil seusia kami). Mengingat masa lalu memang selalu menyenangkan, bukan? Well, menyadari bahwa unsur terpenting dari masa lalu masih ada hingga sekarang juga sama menyenangkannya.

Friday, June 11, 2010

Expectations

I just found out my latest GPA. Well, It is... disappointing. It is better than my very first one, actually- but it is just.. way below my expectation. It is my fault, I know, for putting an extremely high one.


Cuma karena Psium dan Faal nilainya A, saya jadi berani naro target yang cukup tinggi. Begitu sombongnya saya, sampai saya lupa kalau kedua mata kuliah itu (jika dijumlah) harganya cuma 6 sks. Begitu sombongnya saya, sampai saya ngelupain 16 sks yang lain. Saya lupa kalo masih ada mata kuliah yang namanya Etika dan Filman, yang nggak saya suka sama sekali karena gaada sangkut-pautnya sama psikologi, dan akhirnya benar-benar menikam IP saya dari belakang.

Penyesalan selalu datang belakangan, begitu kata orang-orang.

Tapi, jujur, saya bingung.
Apa yang harus saya sesalin?
Toh nilai yang saya dapet di semester ini benar-benar sesuai dengan minat dan usaha saya.

Saya suka Psium, saya suka Faal, saya belajar mati-matian; saya dapet nilai bagus.

Saya nggak suka metpen, tapi saya tetep semangat belajar dan ngerjain penelitian karena saya tau itu penting buat skripsi; saya dapet nilai yang lumayan.

Saya dapet nilai UTS IPK (nama mata kuliah - lupa kepanjangannya apa) yang super, duper jelek, tapi kemudian saya berusaha setengah mati buat benerin (termasuk ngirim e-mail ke dosennya dan minta feedback - dan ngerayu minta remed atau tugas tapi ternyata ga dikasih, haha); saya dapet nilai yang juga lumayan.

Saya benci setengah mati sama Filman dan Etika - terutama karena saya nggak juga bisa ngerti apa korelasi dua mata kuliah terkutuk itu dengan psikologi - dan malah marathon DVD satu malam sebelum UTS dan UAS dan baru mulai belajar pas hari H; saya dapet nilai yang amat, sangat, terpuruk.

Adil, kan?

Saya sebenarnya udah bosen ngutukin diri sendiri sejak tadi. Gara-gara IPK saya cuma segini.

Tapi, sebenernya, secara tidak sadar, semester ini saya belajar untuk jadi orang yang bertanggung jawab.
Bebas dan bertanggung jawab.
Saya belajar, saya dapet nilai bagus; saya santai dan males-malesan, saya dapet nilai yang ala kadarnya.

Pada akhirnya, yang bisa saya lakuin lagi-lagi cuma bersyukur.
Karena setidaknya, IP saya naik.
Meskipun naiknya cuma sedikit.
Yah, setidaknya saya lebih baik dari semester kemarin.
Meskipun lebih baiknya cuma sedikit.
Setidaknya saya bisa nunjukin ke diri saya sendiri kalau saya masih bisa berubah jadi lebih baik.
Meskipun berubahnya cuma sedikit.

Berarti, semester depan saya juga bisa berubah jadi lebih baik lagi!


Satu hal lagi yang harus saya syukurin adalah punya Anis, Umaira, Ratih, Niken, dan Merina. Kenapa? Karena kalau saya nggak menghabiskan waktu sama mereka hari ini, mungkin saya jadi tambah bete gara-gara IP yang hanya segini.

Therefore, girls, I really thank you for today!
Terima kasih karena telah membiarkan saya duduk di bangku depan sementara kalian berlima duduk berdesakan di bangku belakang, di taksi, dari Depok sampe PIM.
Terima kasih karena kalian mengajak (memaksa?) saya buat makan sushi, meskipun saya tetep nggak berubah pikiran - saya tetep nggak suka sushi (kecuali yang bahan dasarnya bukan ikan - ha!).
Terima kasih karena kalian dengerin cerita saya tentang si anak UPI yang centil itu.
Terima kasih karena kalian sangat mengerti kegalauan saya hari ini yang disebabkan oleh satu dan lain hal yang tidak bisa saya jelaskan di sini (meskipun kalian malah jadi superngeselin, haha).
Terima kasih untuk senang-senangnya, untuk tawanya hari ini.
Terima kasih untuk semuanya. I'm superlucky to have you girls. Truly!


Dibalik IP saya yang kurang memuaskan, saya ternyata mendapatkan pelajaran: masih banyak hal yang masih bisa disyukuri.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...