(Tulisan ini ceritanya dibuat untuk menyambut Autism Awareness Day 2013, tapi tertunda setahun dan akhirnya baru bisa
di-publish sekarang, hehe)
____________________________________
Meskipun autisme
merupakan salah satu gangguan perkembangan yang paling populer, bahkan sering
digunakan sebagai gurauan sehari-hari, rupanya belum banyak orang yang paham
dengan gangguan ini. Kata ‘autis’ tidak ada hubungannya dengan asik memegang
HP. Autisme juga tidak sama dengan bertingkah konyol.
Jadi,
anak autis itu kayak gimana?
Gangguan
Spectrum Autisme (Autism Spectrum Disorder atau ASD) adalah sebuah gangguan
perkembangan yang ditandai oleh masalah dalam hal komunikasi, kemampuan sosial,
dan perilaku berulang. Masalah dalam komunikasi umumnya ditandai oleh kemampuan
bicara yang terlambat, yang merupakan salah satu gejala yang paling awal
terdeteksi. Dalam hal sosialisasi, anak autistik biasanya kesulitan untuk
memikirkan sesuatu dari sudut pandang orang lain, sehingga seringkali melakukan
sesuatu yang tidak sesuai dengan norma sosial yang berlaku di sekitarnya – atau
lebih sederhana lagi, kesulitan untuk berempati atau memahami perasaan orang
lain. Kebanyakan dari mereka juga kesulitan untuk berbicara dua arah dan mempertahankan
kontak mata ketika berbicara dengan orang lain. Selain itu, masalah perilaku
umumnya ditunjukkan oleh kecenderungan untuk melakukan sesuatu secara rutin dan
berulang (mereka cenderung kaku terhadap perubahan) dan perilaku yang dilakukan
secara repetitif (misalnya menggerakkan tangan atau ‘flapping’).
Karena merupakan
sebuah spektrum, gangguan ini sangat beragam. Di DSM (‘kitab’ untuk
mendiagnosis gangguan mental) IV, ASD terbagi ke dalam tiga kategori: autistic disorder, Asperger’s syndrome (untuk
anak yang high-functioning dan tidak
mengalami keterlambatan bicara ketika kecil), dan PDD-NOS (untuk anak yang hanya
memiliki beberapa gejala autistik). Tapi, di DSM yang terbaru, ketiga gangguan
ini kembali disatukan karena batasannya dianggap tidak terlalu jelas.
Kemampuan anak
autistik sangat beragam, tergantung tingkat keparahan gangguannya. Seorang
murid saya, sebut saja Ishan, memiliki kemampuan bahasa yang sangat baik. Ia
mampu menggunakan istilah kompleks dan dapat menguasai bahasa baru dengan
mudah. Namun, ia sering terlalu asik dengan imajinasinya dan harus terus
diawasi agar bisa melakukan interaksi sosial yang wajar dengan teman seusianya.
Murid saya yang lain, sebut saja Tama, hanya bisa mengucapkan satu sampai dua
kata untuk menjelaskan keinginannya (misalnya: “tisu”, “toilet”, atau
“rautan”). Ia juga sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan untuk bermain
dengan temannya, dan sangat kaku dan perfeksionis. Ia bisa gelisah kalau ada
jadwal pelajaran yang tiba-tiba berubah, dan bisa berulang kali meminta izin
untuk meraut meskipun pensilnya masih tajam. Meskipun kemampuannya sangat berbeda,
Ishan dan Tama sama-sama didiagnosis ASD.
Tapi
anak autis itu pinter kan ya? Autis tuh karena kepinteran kan ya?
“Anak autis kan
pinter” adalah salah satu rumor yang paling sering saya dengar mengenai ASD.
Betul memang, terdapat beberapa individu autistik dengan tingkat inteligensi di
atas rata-rata (misalnya Temple Grandin). Namun, statistically speaking, berbagai hasil penelitian yang saya baca
secara konsisten menunjukkan bahwa 70% anak dengan ASD juga mengalami gangguan
inteligensi (IQ di bawah rata-rata). Selain karena gangguan inteligensi, anak
ASD kerap memiliki masalah dalam hal akademis karena kemampuan verbal mereka
yang terbatas. Mereka bisa saja pandai berhitung dan bisa menyelesaikan soal
dengan cepat karena telah di-drilling, namun kebanyakan anak dengan autisme
memiliki masalah dalam hal komprehensi dan berpikir secara abstrak. Mereka akan
kesulitan dalam mengerjakan soal cerita, misalnya. Tapi, lagi-lagi, tentu tidak
semua anak ASD mengalami masalah ini.
Kenapa mereka
bisa jadi autis?
Penyebab
autisme, sejauh yang saya ketahui, masih menjadi perdebatan di kalangan para
ilmuwan psikologi dan neuroscience. Yang jelas, tidak ada bukti yang valid
bahwa vaksinasi menyebabkan autisme. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap
saudara dengan autisme (twin and sibling studies) menunjukkan bahwa autisme merupakan
gangguan genetis. Namun, berbeda dengan down syndrome, autisme bukan disebabkan
oleh gangguan di salah satu kromosom.
Apa yang bisa
saya lakukan kalau saya bertemu dengan anak ASD?
Saya juga
sejujurnya masih suka bingung harus ngapain kalau bertemu dengan anak (yang
saya curigai) ASD di tempat umum. Tapi, yang paling pasti, saya memilih untuk
tidak memperhatikan mereka dengan sinis. They might act weird, they might disturb
you by saying things repeatedly, but they are not doing that on purpose. It obviously is beyond their control! Bukan
salah mereka kalau mereka tidak bisa mengikuti norma sosial yang berlaku. Bukan
salah orang tuanya juga. Jadi, kita yang neuro-typical ini lah yang harus
ngalah dan menerima perbedaan.
“I’m different, but not less.” – Temple Grandin
Anak-anak ASD
mungkin terlihat berbeda. In fact, mereka melihat dunia dengan cara pandang
yang berbeda. Tapi bukan berarti mereka lebih buruk dari kita. Beberapa dari mereka bahkan memiliki kelebihan-kelebihan khusus: Kemampuan imajinasi yang luar biasa, kemampuan menggambar dan memperhatikan objek dengan detil, kemampuan menghapal, atau kemampuan lain.
Yuk mulai perlakukan individu autistik dengan lebih baik! Happy belated autism awareness day! :)
Yuk mulai perlakukan individu autistik dengan lebih baik! Happy belated autism awareness day! :)
No comments:
Post a Comment