Friday, July 29, 2016

Tentang Pendidikan dan Politik

Rasanya seperti membaca buku atau menonton film dengan akhir yang twisted. Atau seperti patah hati, malah lebih buruk lagi. Kaget, sedih, kecewa. Bingung.

Memang jika urusannya politik, hati tidak boleh banyak bermain. "Ini sudah biasa," kata orang-orang. "Hak prerogatif," kata sebagian yang lain.

Dalam hati, saya malu sendiri. Entah terlalu polos atau idealis, tapi rasa sedih itu tak bisa disembunyikan. Apa yang sudah dikerjakan bersama selama enam bulan terakhir yang akan jadi taruhan. Terlalu polos kah saya jika sempat percaya bahwa pendidikan kita pelan-pelan akan membaik? Terlalu lugu kah saya jika sempat yakin bahwa apa yang kami kerjakan kemarin benar-benar akan bermanfaat bagi banyak orang? Terlalu naif kah saya jika menitikkan air mata hanya karena memikirkan kelanjutan hal-hal positif yang sudah dilakukan bersama?

Seumur-umur, rasanya saya tak pernah benar-benar peduli dengan reshuffle kabinet. Sampai kejadiannya berlangsung di depan mata saya sendiri. Reshuffle ternyata bukan hanya perihal mengganti satu menteri, tapi juga memecat puluhan orang hebat yang tidak punya salah apa-apa. Soal memutus perjuangan yang baru saja dimulai. Karena merubah pola pikir dan kebiasaan serta menamkan nilai-nilai baru tentu membutuhkan waktu lebih banyak dari dua puluh bulan.

Berat rasanya untuk menerima, tapi toh keputusan sudah diambil. Tidak ada yang bisa dilakukan selain berdoa bahwa hal-hal baik yang telah dirintis bisa berlanjut dan membawa perubahan besar, dan tetap melangkah untuk terus berkontribusi dengan jalan lain yang dikuasai.


Teman bekerja dan berdiskusi serta sumber belajar saya selama enam bulan terakhir.


Pak, terima kasih karena telah mempercayai kami, pemuda-pemudi bau kencur dengan minat dan semangat besar untuk memajukan pendidikan di Indonesia, untuk membantu mengawal isu-isu strategis Mendikbud. Terima kasih karena telah mendengarkan kami dan berdiskusi tanpa peduli dengan lapisan struktural, perbedaan usia, serta pengalaman. Terima kasih karena telah menjadi pribadi yang santun, bijak, hangat, menginspirasi, dan selalu berusaha mengingat nama orang lain meskipun harus dicatat.


Hari pertama berinteraksi dengan Pak Anies. Beliau yang minta berfoto bersama karena tahu kami masih malu-malu.

Terima kasih karena telah menunjukkan kemampuan bicara yang luar biasa, serta memberikan banyak ide dan terobosan yang menarik. Terima kasih karena telah memperjuangkan pendidikan dan tidak mereduksinya menjadi kartu senilai satu juta rupiah per tahun serta sekolah pencetak tenaga kerja. Terima kasih karena telah menunjukkan pentingnya peran keluarga, keterlibatan publik, disiplin positif, kemampuan berpikir kritis dan literasi abad-21, serta remunerasi dan jenjang karir yang sesuai dengan kompetensi dan kinerja. Terima kasih karena telah pelan-pelan mengajak para birokrat untuk berjalan ke arah yang lebih baik, untuk bekerja dengan lebih efektif dan menjadi pemimpin yang egaliter.

Enam bulan ini, saya belajar bahwa Bapak bukanlah sosok sempurna yang luput dari kesalahan, namun manusia yang berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan yang terbaik. Saya percaya Bapak bisa terus menyalakan lilin dimanapun dan menggerakkan semangat jutaan pemuda untuk mulai memikirkan kelanjutan bangsanya.

Tangisan warga Kemdikbud melepas Pak Anies (diambil oleh Ade Chandra)

Sekali lagi, terima kasih untuk semuanya. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bukan hanya kehilangan seorang Anies Baswedan, tapi juga sebagian besar timnya yang benar-benar peduli dengan kemajuan pendidikan dan mau bekerja keras untuk membuat perubahan.

Seperti kata Bapak, menteri boleh berganti, tapi ikhtiar kita semua untuk mendidik anak bangsa tak boleh terhenti.

No comments:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...