Wednesday, December 29, 2010

Kebanggaan Kami, Garuda.


"Gaining much love and respect. That's not losing. That's winning. Big time."

- Indra Herlambang.

Seperti yang semua orang tau, Timnas Indonesia belum berhasil bawa pulang piala AFF. Tapi, seperti juga yang semua orang tau, kita kalah terhormat. Kita selalu menang di kandang sendiri. Biarin aja dibilangin jago kandang, seenggaknya masih dibilang jago.

Di balik ketidakberhasilan Indonesia dalam meraih piala AFF 2010 (saya nggak mau bilang kekalahan, kita tetep juara kok meskipun hanya juara dua) ini, saya tetep salut sama timnas kita. Kenapa? Karena mereka berhasil menyatukan kembali orang-orang Indonesia. Mereka bikin penduduk Indonesia sejenak ngelupain konflik-konflik yang ada, yang bikin penduduk Indonesia jadi terpecah belah. Liat aja. Udah nggak ada lagi si oranye atau si biru. Udah nggak ada lagi si Islam atau si Kristen. Semua jadi satu, bergabung menjadi si merah, dengan keinginan yang sama. Ini sesuai banget sama 'Robert's Cave Study'-nya Muzafer Sherif (1954), yang menunjukkan bahwa keberadaan superordinate goal (yang salah satunya bisa berupa common enemy - dalam kasus ini contohnya Malaysia yang udah bikin kita kesel gara-gara laser dan segala-bentuk-kecurangannya) bisa memperbaiki hubungan antarkelompok.

Meskipun belum berhasil meraih piala AFF 2010, Timnas Indonesia setidaknya udah nunjukin perbaikan prestasi yang sangat baik. Mereka setidaknya udah berhasil membuat saya, untuk pertama kalinya, betah nongkrongin pertandingan bola dari awal sampai selesai - hal yang bahkan nggak bisa dilakuin oleh negara-negara peserta World Cup sekalipun. Bukan saya aja loh yang ngerasain itu. Saya yakin banyak orang di luar sana yang nggak pernah sekalipun betah nonton bola tapi tersihir pas nonton Timnas Indonesia berlaga di AFF, sehingga lalu lintas jalanan di Jakarta yang nggak pernah nggak macet pasti jadi lengang kalau Timnas lagi berlaga.

Timnas Indonesia setidaknya udah menyatukan penduduk Indonesia. Mereka setidaknya udah bikin nasionalisme kita jadi meningkat berkali-kali-kali lipat. Mereka setidaknya udah bikin banyak pedagang pakaian yang pintar memanfaatkan situasi jadi kaya mendadak. Mereka setidaknya udah bikin Pak SBY lepas dari tugas negara sejenak, meskipun kayaknya masih banyak yang ada di pikiran beliau sehingga mukanya selalu datar bahkan saat gol dan sehingga kantung matanya kian tebal. Mereka setidaknya udah bikin wartawan (termasuk wartawan infotainment) punya berita yang bisa dilebih-lebihkan. Mereka setidaknya udah bikin RCTI menguasai rating TV dari jam tujuh sampai sembilan malam, meskipun Trans TV nayangin film spesial liburan dan Trans 7 nayangin OVJ secara live. Mereka setidaknya udah bikin Kiky Amalia jadi bintang iklan operator telfon. Mereka setidaknya udah bikin Indonesia jadi lebih terkenal di dunia, khususnya di dunia twitter. Mereka setidaknya udah ngajarin penduduk Indonesia untuk menjadi pendukung yang baik dan setia. Pendukung yang sportif dan menerima kekalahan - sehingga bisa menghasilkan 'Congratulation Malaysia' di trending topics dan bisa keluar GBK tanpa ricuh dan rusuh.







Mereka setidaknya membuat kita semua bangga
akan garuda dan Indonesia.

Friday, December 24, 2010

Hello/Goodbye

Banyak hal yang terjadi di tahun 2010. Berbagai kepanitiaan, kerjaan kecil-kecilan, dan dua semester perkuliahan. Banyak ilmu baru. Banyak pelajaran baru.

Awal tahun ini, saya bikin beberapa target yang (se)harus(nya) saya capai di tahun 2010. Nggak banyak kok. Nih beberapa yang saya inget:

1. Ngurangin prokrastinasi
Meskipun belum bener-bener ilang, setidaknya saya nggak kualahan karena banyak tugas yang numpuk - meskipun semua mata kuliah punya semacam tugas akhir yang harus dikerjain, soalnya banyak yang saya cicil dari jauh-jauh hari. Cuma saya tetep jadi prokrastinator hebat kalo menyangkut urusan belajar sebelum ujian. Tapi karena dengan belajar pake sistem SKS saya malah jadi lebih inget apa yang udah saya cram, alhamdulillah nggak ada masalah yang berarti sih.

2. Manfaatin buku agenda
Well done! (Meskipun makin kebelakang makin sepi isinya karena suka lupa ngisi)

3. Naikin IP
IP semester dua saya alhamdulillah naik, meskipun nggak pesat dan belum mencapai target - mungkin karena target saya terlalu tinggi dan ga sebanding sama kompetensi saya. Saya belum tau IP semester ini dan nilai yang udah keluar juga belum banyak, jadi saya belum bisa bilang apa-apa. Tapi insya Allah naik lagi. Amin! Amin!

4. Cari uang & nabung
Pas nulis poin yang ini awal tahun lalu saya agak skeptis. Apa iya saya bisa cari duit sendiri? Mau jadi apa emang? Punya skill apa emang? Tapi thanks to GagasMedia yang (entah kenapa) ngelolosin saya jadi first reader untuk dua periode, saya jadi punya sedikit pemasukan. Tapi nabungnya enggak, gara-gara banyak pengeluaran juga. Saya beli dua benda elektronik pake uang sendiri loh. Belinya yang murah banget sih namanya juga ga punya uang, tapi lumayan seneng kok, hihi.

5. Selektif milih kepanitiaan
Nah yang ini....... Gagal. Total. Saya mah orangnya murah dan nggak bisa bilang enggak. Tapi insya Allah tahun depan berubah. Harus berubah.

6. Nggak sering bolos
Yang ini awalnya berjalan dengan sangat baik, tapi di dua minggu terakhir sebelum UAS saya nyerah. Saya sempet jenuh dan ngalamin demotivasi, jadinya sering males berangkat kuliah dan bodohnya saya ikutin malesnya. Terus di minggu piastro juga saya cuma masuk kuliah psidik dan psibang; itu pun karena ada kuis. Jadi banyak yang ngepas deh absennya. Jadi ada yang nitip deh sekali (gimana dong abisnya uhuh).


Nah gitu deh evaluasinya. Nggak semua rencana saya berjalan dengan sempurna, tapi setidaknya saya udah berusaha buat berubah jadi orang yang lebih baik.

Resolusi saya untuk tahun depan nggak jauh beda. Yang paling penting, saya mau belajar bagi waktu: mana yang buat kuliah, mana yang buat BEM dan kepanitiaan, mana yang buat keluarga, mana yang buat temen, dan mana yang buat saya sendiri (ngurung diri di kamar dan nonton DVD sendirian, misalnya). Saya juga mau lebih yakin mengenai pekerjaan saya nanti. Saya harus yakin mau milih peminatan apa (sekarang condongnya ke psikologi perkembangan dan psikologi pendidikan, tapi anak labil kayak saya mah siapa yang tahu). Saya juga harus nanya-nanya apa aja yang sebenernya bisa dilakuin sama psikolog klinis anak di Indonesia. Saya juga harus yakin apa bener setelah jadi sarjana psikologi mau langsung lanjut profesi; apa mau coba kerja dulu. Terus, saya mau lebih profesional tahun depan. Nggak lagi-lagi deh bikin orang lain kecewa sama saya, apalagi yang ini dikasih amanah; bukan minta minta dikasih amanah. Harus kerja yang bener! Oh, dan karenanya saya harus bener-bener ngurangin kepanitiaan juga tahun depan. Yah, berhubung udah ngerasain berbagai jenis kepanitiaan di psikologi (baca: dari yang serius dan berbau-bau keilmuan atau isu strategis atau politik kampus sampe yang berhubungan sama seni dan olahraga), udah ngerti berbagai tipe panitia di kepanitiaan-kepanitiaan itu, boleh lah ya kalo tahun depan saya cuma ikut kepanitiaan-kepanitiaan yang ngena di saya.

Udah sih, itu aja yang saya harapkan bisa saya lakuin di tahun 2011. Intinya, saya cuma mau jadi orang yang lebih baik lagi. Saya cuma mau jadi lebih bahagia lagi.




Terima kasih untuk kebahagiaan yang Kau berikan tahun ini ya. Maaf yah saya mintanya banyak banget, apalagi kalau lagi bulan puasa. Jangan bosen-bosen ngasih saya yang terbaik. Jangan bosen-bosen negur dan ngasih tau saya kalau saya salah. Makasih ya nggak pernah lupa sama saya meskipun sayanya suka lupa. Makasih untuk selalu mendengarkan dan untuk selalu mengerti apa yang paling saya butuhkan, meskipun nggak selalu sesuai dengan apa yang saya minta.




Tahun depan, tahun depannya lagi, dan tahun-tahun seterusnya, tetap seperti itu ya!

Monday, December 20, 2010

Because We're Friends, Right?

A good friend tells his/her friend everything, even if the news is no good. That's one of several things I learned from watching Desperate Housewives. So don't get me wrong if I don't like secretive friends, who always hide something and not brave enough to tell. I mean, I'm your friend. That means I'm gonna support you after all. That means I'm just gonna be upset for a while, then will pretend to forget about those things. That means I'll never get mad just because you're trying to be honest.

When you keep it as a secret, you just make it thousand times worse. Though I know, at the end, I just gonna pretend that I'm okay with this and never mention this anymore. Because I'm your friend.

You know, you could've just told me.

Friday, December 17, 2010

The Sweetest Goodbye

Istrinya sepupu saya baru aja meninggal. Saya nggak bisa ngeliat kondisinya karena dia tinggal di Bandung, dan saya harus UAS hari Senin nanti.

Nggak ada yang nyangka Mbak Alda akan pergi secepat itu. Sampai kemarin, saat ia jatuh dari tangga dan mengalami pendarahan hebat. Sampai kemarin, saat dokter bilang kondisinya kritis dan ia mengalami stroke. Kayak kasusnya Sukma Ayu, kata dokter. Sampai tadi, saat dokter bilang udah nggak ada harapan lagi. Tinggal dilepas aja, kata dokter. Dokter memang bukan Tuhan dan nggak bisa sesotoy itu memprediksi kematian seseorang, tapi rupanya semua udah ikhlas melepas Mbak Alda. Jika kematian adalah yang terbaik, maka sesegerakanlah, kata ibu saya. Sampai tadi, keluarga bener-bener ikhlas membiarkan alat-alat yang membantu Mbak Alda agar tetap hidup dilepas. Passive euthanasia, kata bahasa kedokteran.

Saya langsung jadi inget Just Like Heaven, salah satu film yang udah saya tonton berkali-kali.

Saya nggak pernah ngalamin ini. Saya nggak pernah ditinggal 'pergi' sama siapapun yang kematiannya nggak ketebak. Dua nenek dan satu kakek saya udah meninggal, tapi nggak ada yang terlalu kaget karena usia mereka emang udah nggak muda lagi: badan mereka emang udah nggak fit lagi. Tapi ini.....

Saya jadi ngeri sendiri. Hidup-mati seseorang emang cuma Allah yang tau. Saya cuma bisa berdoa supaya Abin dan Nadine, dua keponakan saya yang lucu dan pinter itu, bisa tetep tumbuh dengan baik meskipun harus kehilangan ibunya sejak balita.

Sesebel-sebelnya saya sama orang tua saya kalo lagi berantemin sesuatu, saya tetep nggak bisa bayangin hidup saya kalau nggak ada salah satu dari mereka. Punya orang tua yang tau gimana cara mendidik anak yang baik dan benar serta selalu akur dan romantis adalah salah satu anugerah yang dikasih Allah buat saya. Ya, sepertinya sekarang saya hanya bisa bersyukur.

Dan berdoa.

Supaya Mbak Alda bisa istirahat dengan tenang, dan semua kebaikannya diterima oleh Allah.
Semoga Bang Oy tabah dan nerima kepergian Mbak Alda dengan ikhlas, setelah tadi mendaratkan kecupan terakhir di dahi Mbak Alda.
Semoga Abin dan Nadine pelan-pelan bisa ngerti bundanya pergi kemana, selalu doain bundanya, dan tetep bisa bertumbuh dan berkembang dengan baIk.

Selamat jalan, Mbak Alda!


Baik-baik ya di sana..... :')

Sunday, December 5, 2010

Because Life's Tough, and So Are We

November berjalan cepat sekali. Ada ulang tahun saya, bedah kampus, PDKM, dan kampanye kelas suksesi. Sisanya: tugas, tugas, tugas, dan kuis. November jelas berjalan cepat, karena banyak sekali yang harus saya kerjain, sampai-sampai dua puluh empat jam sehari dan tujuh hari seminggu rasanya belum cukup.

Di bulan November, saya ngerasain apa yang kebanyakan teman-teman saya rasain. Demotivasi. Dalam hal apapun. Saya jadi nggak semangat berangkat kuliah. Bahkan saya rasanya males banget ngurusin kampanye - padahal sebelumnya saya semangat karena saya suka apa yang saya lakuin, dan suka bekerja sama dengan anak-anak kampanye yang menyenangkan. Tapi di akhir masa kampanye saya kesal, capek, dan jenuh. Akibatnya, kampanye nggak berjalan semulus yang saya mau. Ya udahlah, untung kandidatnya baik-baik dan mau ngasih kritik dengan asertif, dengan baik-baik. Tapi rasa bersalahnya itu loh yang nggak bisa ilang sampe sekarang. Tapi, ya... udahlah.

Saya juga jadi nggak semangat buat ngerjain tugas-tugas yang seabrek. Di bulan November dan awal bulan Desember, saya dapet banyaaaak banget tugas pengantar UAS. Nggak main-main, semua mata kuliah ada tugasnya. Ada tugas penelitian Metpenstat II, makalah dan presentasi Psikologi Pendidikan, analisis jurnal Psikologi Belajar, laporan wawancara remaja dan dewasa madya Psikologi Pemberian Bantuan, analisis diri pake teori Psikologi Perkembangan, makalah dan presentasi Psikologi Industri dan Organisasi, dan - yang paling saya nggak suka - esay Psikologi Sosial. Saya tau sih ngeluh nggak bisa nyelesain masalah, tapi jujur deh, saya bosen duduk di depan komputer berjam-jam buat baca berbagai macam jurnal untuk referensi. Belum lagi, masih ada tugas BEM yang deadlinenya juga tinggal beberapa hari lagi.

Ya udahlah, saya cuma bisa senyum sambil ngerjain tugas-tugas itu sampe selesai. Saya harus tetep semangat ngerjainnya, apalagi kalo inget target saya yang menyangkut IP saya semester ini. Saya boleh ikut banyak kepanitiaan, tapi prioritas utama saya tetap pada urusan akademis, karena saya susah-susah masuk UI buat kuliah. Jadi saya nggak akan bisa maafin diri saya kalau IP saya semester ini turun gara-gara terlalu sibuk ngurusin urusan nonakademis. Jadi saya tetep harus serius ngerjain tugas-tugas terkutuk ini. Saya harus ngerjain semaksimal mungkin, supaya dapet hasil yang juga maksimal.

Saya percaya,





Semuanya akan jadi indah pada waktunya.
Nanti, saat saya ngecek SIAK-NG dan ngeliat IP saya naik pelan-pelan. Saat saya lulus program strata satu. Saat saya lulus program profesi psikologi klinis anak. Saat saya sudah resmi jadi seorang psikolog anak.

Saya tahu, seminggu kemarin dan beberapa minggu ke depan adalah minggu-minggu yang nggak mudah untuk saya jalani. Terlalu banyak tugas, terlalu banyak yang harus dikerjain, terlalu banyak tekanan.

Tapi, saya juga tahu, saya hanya harus serius dan bersungguh-sungguh dalam menjalani beberapa minggu ke depan. Kalau udah gitu, saya pasti bisa. Lagi pula, ini kan cuma sampai akhir Desember. Saya bisa senang-senang di bulan Januari. Saya bisa nonton DVD sesering yang saya mau!






Friday, November 12, 2010

Haters Gonna Hate

Belakangan ini, entah di media atau kehidupan sehari-hari, banyak yang sedang mempermasalahkan perbedaan. Perbedaan nilai, tepatnya. Awalnya sih saya santai-santai aja, malah kadang-kadang suka ikutan ngomongin orang yang terlihat berbeda. Konformitas, mungkin. Yang jelas saya nggak ngerasa apa yang kami lakuin itu salah. Sampe kemudian, saya mulai gerah dengan komentar orang-orang yang berlebihan. Dilebih-lebihkan, tepatnya. Hey, kok bisa sih kalian sebenci itu sama orang yang nggak kalian kenal secara personal? Itu yang jadi pikiran saya. Kalau yang diomongin itu orang yang dikenal dan memang ngelakuin kesalahan fatal, itu menurut saya masih bisa ditolerir (meskipun ngomongin orang emang nggak baik sih, tapi kalau penyebabnya jelas ya manusiawi kan?). Tapi kalau yang diomongin itu cuma bisa diliat di televisi atau bisa diliat langsung tapi nggak pernah ngobrol dan tuker pikiran sama kita, kok rasanya konyol kalau kita benci sama mereka. Kenal juga enggak.

Lagi pula, tau darimana kalau mereka lebih buruk daripada kita? Berbeda bukan berarti salah, kan? Gimana kalau kita (dan kebanyakan orang lain) ternyata yang salah?

Ibu saya pernah bilang gini, "jangan ngejelek-jelekin orang yang belum tentu nggak lebih bagus dari kamu, dong."

Bisa jadi mereka - orang-orang yang kita ketawain - ngelakuin hal itu justru karena punya integritas loh. Bisa jadi mereka justru tipikal orang yang tetap kekeuh menjalani prinsipnya meskipun diomongin kanan-kiri. Bisa mereka tahu kalau ada banyak orang yang akan selalu nggak suka dengan mereka, apapun itu yang mereka kerjain. Haters gonna hate, lovers gonna love.


Gimana kalo kita sama-sama menghargai nilai (yang dianut) masing-masing? Gimana kalo kita saling menghargai sudut pandang masing-masing?

Well, saya juga lagi belajar kok :)

Thursday, November 4, 2010

The Sweetest Seventeen

Ternyata ulang tahun saat minggu UTS nggak seburuk itu. Saya ulang tahun tepat sehari sebelum UTS Psikologi Belajar, yang entah kenapa materinya nggak juga bisa saya ngertiin meskipun udah dibaca berulang kali - yang entah kenapa jadi mata kuliah tersusah semester ini meskipun bobotnya cuma dua SKS.

Di hari ulang tahun saya, saya disurprisin sama sahabat-sahabat saya di kampus. Well, harusnya namanya bukan surprise lagi sih, karena setiap ada yang ulang tahun emang pasti dikasih surprise. Tapi entah kenapa, suprisenya tetep berkesan.

Saya lagi makan di Kancil bareng Anis, Ekki, dan Ryan. Tiba-tiba mata saya diiket sama Anis, terus saya digiring sampe Akademos dengan mata tertutup. Sederhana, tapi cukup buat saya malu karena banyak maba di selasar dan (menurut teman-teman saya) mereka semua ngeliatin saya digiring sambil ketawa-ketawa. Mana temen-temen yang narik saya bawel banget lagi, kadang teriak 'awas got' atau 'awas buaya' atau 'awas lintang' (well, cuma saya sama geng metpen yang tau maksudnya apa). Terus, di Akademos saya diputer tujuh belas kali dan begitu iketan matanya dibuka, hadirlah temen-temen deket saya. Ada geng metpen, siblings, jable, dan geng muslimah. Ada Posma, Ryan, Ekki, Anis, Umaira, Merina, Pravita, Aqisth, dan Mirza. Sempet ada Afi, Cide, Ika, Arina, sama Abay juga. Sayangnya Ratih sama Niken datengnya telat, terus Icca nggak bisa dateng karena harus nemenin mamanya.




Surprisenya sederhana, tapi berkesan. Ternyata banyak loh yang sayang sama saya :')


Besoknya, giliran anak BEM yang ngasih surprise buat saya. Nggak semua anak BEM sih, tepatnya media, PSDM, Kak Adit si ketua BEM, Kak Aci si koordinator biro, dan beberapa anak BEM lain.

Yang ini surprisenya lebih ngena karena pake skenario yang ujung-ujungnya bikin saya nangis lama banget, bahkan di rumah tiba-tiba saya nangis lagi. Saya nggak bisa ceritain kenapa, yang jelas dalam pelaksanaan skenario itu saya terlalu jujur dan akhirnya ngeluarin satu kalimat yang nggak seharusnya saya keluarin di depan bos-bos saya itu. Jadi ya pokoknya saya masih kepikiran insiden kemarin sampe sekarang, soalnya saya nggak ngerasa itu sebagai skenario buat nyurprisin saya. Saya ngerasa apa yang Kak Dina, Kak Adit, dan Kak Aci omongin ke saya itu semuanya bener, meskipun mungkin ada beberapa bagian yang dilebih-lebihin. Yang pasti kalo diinget-inget lagi sampe sekarang, saya pasti bakalan nangis lagi. Bakalan kecewa sama diri saya sendiri lagi.


Tapi intinya, yang mereka lakuin kemarin itu dampaknya sangaaaat bagus buat perbaikan diri saya. Dan lagi, ketika ditengah-tengah tangisan saya anak media dan psdm masuk sambil bawa kue dan nyanyiin selamat ulang tahun buat saya, saya juga tau kalo lagi-lagi saya ada di lingkungan yang nyaman - bahkan mungkin terlalu nyaman. Saya dikelilingin sama kakak-kakak yang sayang banget sama saya.


keliatan banget ya kalo saya abis nangis? :')


Intinya, meskipun tujuh belas tahun saya mungkin nggak semenyenangkan tujuh belas tahun teman-teman saya yang dirayain pas SMA, tujuh belas tahun saya tetap berkesan dan akan terus saya inget.





Saya nggak punya banyak doa untuk ulang tahun saya yang sekarang. Doanya sama aja sama doa kemarin-kemarin. Saya cuma berharap saya bisa tambah dewasa (karena meskipun saya tujuh belas tahun, pola pikir dan tingkah laku saya harus sembilan belas atau dua puluh tahun), bisa lebih pinter bagi waktu (kapan buat akademis, kapan buat nonakademis, kapan buat saya sendiri), dan berharap perjalanan saya untuk jadi psikolog anak mulus-mulus aja. Amin!


Makasih ya, untuk kalian yang sayang sama saya. Makasih untuk surprisenya. Makasih untuk doa dan ucapannya. Makasih untuk usahanya bikinin saya tujuh belas tahun yang sangat berkesan, meskipun mungkin nggak seberkesan tujuh belas tahun kalian - karena emang itu nggak akan bisa terjadi.
Saya sayang banget sama kalian! :__)

Sunday, October 31, 2010

Yes, This Is What We Always Do

You know what we do when we're desperate or upset about something? When we feel really sad but we can't share it with anyone, even if she/he is our best friend, because we think it might not be appropriate? Or when we think our problem is too complicated (or even too simple) to be understood by another person? Or when we already knew that this is our own fault, so telling people, even if they love us so much, is just gonna make we feel worse because of the judgments we will get?

Well, here's what we do. We put smiley face on that so called social networks. We still can cheer up our friends who need to be cheered without letting them know that we also need someone who supports us and tells us that everything's gonna be okay. We lock ourselves in our room and cry, and wipe our tears as soon as our parents or siblings call out our name. We don't want them to know that we're sad. We write down something in our blog or anything about our feeling, but without letting other people know about why we feel this way. We turn our iPod on and listen to our favorite songs with the loudest volume, so we can't hear anything but the music.
We try to sleep and forget our problems.

And, the next morning, though we still can't forget the problem at all, we forget the sad-feeling we felt the last night. We just feel too happy and excited to face the new day. We meet our friends and have fun with them. And when in our lecturer tell us to share our problems with our partner, we can't even remember what our problems are. We just know that we're happy and we can manage everything. And, yes, we're known as the cheerful person, who always know how to make people laugh and know how to make people feel better.

And by we, I mean me.
Or maybe you, or anyone who ever felt this way.

Tuesday, October 19, 2010

(One Of) The Difference

"Jadi psikolog itu beda dengan jadi temen curhat. Kalo jadi temen curhat, biasanya kita secepat itu memberikan solusi ke temen yang curhat sama kita. Temen curhat biasanya bersimpati, sedangkan psikolog harusnya berempati
Psikolog tidak memberikan solusi - tapi memberikan pertanyaan-pertanyaan ke kliennya yang mengarahkan mereka untuk bisa memutuskan sendiri solusi dari permasalahan mereka.
"
  
- disarikan dari omongan Mbak Pingkan di bincang karir Introduction To Psychology dan ditambah dengan prior knowledge saya, terutama setelah mendapatkan kuliah Psikologi Bantuan.

See the difference?
Nah, itu yang bikin saya khawatir. Saya orangnya gampang banget ngasih solusi, padahal bisa aja solusi yang saya kasih berkaitan erat dengan masa depan temen saya (misalnya, saya nyuruh dia putus - padahal bisa aja cowoknya/ceweknya itu yang akan jadi suami/istri dia nanti). Setelah beberapa kali dateng ke kuliah Psikologi Bantuan, saya jadi tau kalo yang memberikan solusi itu seharusnya mereka sendiri.

Kenapa? Supaya mereka yang bertanggung jawab dengan keputusannya itu. Jadi, mulai sekarang saya mau belajar buat nggak secepet itu ngasih solusi ke temen saya yang punya masalah. Well, nggak segampang itu sih - apalagi orang biasanya mengharapkan solusi dari temen curhatnya. Saya akan belajar untuk memberikan pendapat dari sudut pandang saya, tapi nggak memaksa dia untuk melihat masalahnya dari sudut pandang saya. Susah sih. Nggak yakin bisa sih. Tapi ayolah, harus belajar!
Well, ini cuma pikiran random saya di pagi hari. Ciao!

Monday, September 27, 2010

Sophomore Year!

Back to college life. When everything becomes hectic and tiring. Di titik ini, saya bersyukur cuma dapet 20 sks. Bukan 22, bukan 24. Bener kan, Dia tau bates kemampuan saya cuma segini. 20 sks aja udah ngos-ngosan....

Tapi bener loh. Semester tiga itu jauh lebih heboh daripada semester dua kemarin, yang saking hebohnya sampe bikin saya nangis gara-gara kebanyakan tugas. Ternyata bener, yang kemarin belum ada apa-apanya. Di semester tiga ini, kok rasanya setiap hari adaaa aja tugas baru. Udah gitu, setiap minggu ada kuis Psikologi Perkembangan, jadi malemnya harus belajar.

Udah gitu, saya keteteran kepanitiaan lagi. The same old mistake. Kamaba udah mau selesai sih, tapi besoknya udah ditungguin tuh sama Piastro. Oh, dan abis itu ada ITP, meskipun kerjaan pas hari-H-nya nggak banyak, atau malah mungkin nggak ada. Abis itu bantuin Ita di PDKM, dan Uta di kontingen (kesannya ikutan jadi bagian dari kontingen, padahal cuma jadi tukang foto kok hehe). Terus bantuin kak Prima juga di BWB. Terus Zahra minta bantuin di suksesi juga (tapi belom di-iya-in karena masih galau). Terus urusan website BEM belum selesai juga. Terus kerjaan di Gagas juga masih ada empat pertemuan lagi. Terus...... Terus...... Saya kapan selonjoran santai-santainya?

Well, sekali lagi saya emang cuma bisa ngeluh. Tapi anehnya, semakin saya capek luar biasa, semakin bahagia rasanya. Meskipun sampe diledekin tukang ojek gara-gara pulangnya malem terus, saya kok rasanya seneng-seneng aja. Apalagi mata kuliah di semester ini semuanya menarik. Udah nggak ada lagi tuh yang ngawang-ngawang macam filsafat dan etika. Semuanya praktis dan menyenangkan untuk dipelajari. Bahkan, se-nggak tertariknya saya kerja di HRD dan jadi psikolog industri/organisasi, saya masih enjoy dengerin kuliah Pak Urip (meskipun sambil deg-degan dengerinnya hehe). Saya bahkan jadi suka metpen semester ini. Well, yeah, that's pretty strange. Ternyata dosen metpen saya nggak seburuk yang orang lain bilang. They might be not the best lecturer in the world, but they're fine. Dan kelompok metpen saya.... Kelompok paling oke sedunia! Saya cinta mati banget deh sama mereka! Saya seneng banget bisa ngerjain tugas sambil bercanda, tapi tetep bisa selesai tugasnya. Mereka tuh teman bermain dan belajar. All-in-one. Anis, Ekki, Ryan, Posma, thankyou for being such a great friend!

Oh iya! Gara-gara kesenengan belajar Psikologi Pendidikan sama Mbak Romi (yes, that Mbak Romi!), saya kok rasanya jadi tertarik milih itu sebagai peminatan saya, buat nemenin si Psikologi Perkembangan. Lagian mereka berdua benang-merahnya jelas banget, dan kalo saya jadi ngambil S2 profesi klinis anak (amin!), ilmu psikologi pendidikannya pasti kepake deh. Apapun pilihan saya nanti, lagi-lagi saya cuma bisa berdoa supaya itu yang paling baik buat saya.

Udah dulu ya, update seputar perkuliahan (yang nggak ada penting-pentingnya) dari saya. Doain dong saya masih punya tenaga sampe Desember. Semester depan saya nggak mau ikutan kepanitiaan ah! (Kayak bisa aja hihihi)

Cheeeers! :-----D

Tuesday, September 14, 2010

Xeco: Kangen.

Tiba-tiba, jadi kangen xeco. Kangen becandaan kasar a la xeco. Kangen dipanggil 'hong' atau 'ndut'. Kangen dikatain. Kangen di-bully. Kangen nge-bully Metta dan bikin dia nangis. Kangen curhat-curhatan sama Echy dan Metta pake bahasa Inggris. Kangen McD session bareng cewek-cewek kesayangan. Kangen main UNO di depan atau belakang kelas. Kangen solat di kelas. Kangen makan katering, meskipun ujung-ujungnya halo enggak Hoka-Hoka Bento, Sabana, ya Nasi Padang. Kangen nyanyi 'If We Hold On Together' dan 'Janger' bareng Pak Restu. Kangen belajar fisika, biologi, matematika, kimia. Kangen dengerin petuah-petuah sekaligus siraman motivasi dari Bu Nurul. Kangen ngerjain soalnya bu Eldy yang jumlahnya ratusan dan tulisannya suka nggak jelas. Kangen bikin Bu Eldy dan Rudi Sensei ngambek. Kangen dengerin lagu sambil bikin catetan penuh gambar dan warna pas pelajaran Pak Harno, biar meskipun ga ngerti, catetan gue tetep indah dipandang. Kangen ketawa bareng di pelajaran Pak Mufid atau Pak Tulus. Kangen nonton film-filmnya Nicholas Cage di pelajaran Mr. Resi. Kangen latihan senam sama mamanya Bebi supaya dapet nilai bagus dari Buk Nur. Kangen nyoba tes-tes kepribadian yang dikasih sama Bu Grace. Kangen nyebut guru pake nama panggilan yang aneh-aneh. Kangen ngeliat anak-anak cowok ngeledekin salah satu guru yang paling ajaib. Kangen latihan Lutung Kasarung Mencari Cinta. Kangen doa bareng sebelum SIMAK UI sampe nangis-nangisan. Kangen dipeluk Bu Nurul dan cewek-cewek begitu tau gue dapet UI. Kangen dibilang hoki sama xeco. Kangen ngerjain soal fisika pake teori nembak a la gue. Kangen otak-otak, bakwan, dan es leci. Kangen dengerin lagu pake headsetnya Papin atau Ready. Kangen ngeceng-cengin Mala sama satu-oknum-tertentu. Kangen dipanggil bertiga bareng Bebi dan Mala, nuntasin masalah tertentu. Kangen tambahan fisika bareng pak Amor di rumahnya Bebi. Kangen ngafalin rumus fisika, karena ga akan ngerti konsepnya. Kangen belajar beberapa menit sebelum ujian bareng Dita, Bebi, dan Chycha; bikin jembatan keledai terus ngafal sambil teriak-teriak. Kangen converence MSN atau Y!M bareng xeco. Kangen ngeceng-cengin Bebi sama Rambe. Kangen nebeng pulang naik mobilnya Lala bareng Lysa. Kangen berangkat jam 5.15 dari rumah. Kangen Xecostious Plavier. Banget. Kapan ya kita bisa ngumpul lengkap ber-duapuluhsatu?

P.S: ngumpul-ngumpul kemaren menyenangkan sekali! Kapan lagi bisa karaokean bareng xeco? ;)

Wednesday, September 1, 2010

M.Psi, Psi.

Gue merinding begitu denger kakak-kakak wisudawan S2 profesi psikologi disumpah profesi di depan mata kepala gue sendiri. Gue merinding ngeliat mereka nyanyi Hymne Psikologi dengan khidmatnya. Gue merinding ngeliat mereka yell guys di auditorium, bikin geter auditorium meskipun kebanyakan dari mereka perempuan dan (pastinya) lagi pake sepatu yang heelsnya nggak main-main tingginya. Gue mau ada di posisi mereka.

58 psikolog baru disumpah oleh perwakilan wisudawati dan rohaniwan. 18 orang resmi jadi psikolog pendidikan, 17 orang jadi psikolog klinis dewasa, 15 orang jadi psikolog industri dan organisasi, dan sisanya, cuma 8 orang, resmi jadi psikolog klinis anak. Dari 58 wisudawan, 16-nya lulus cumlaude dengan IPK diatas tiga koma tujuh satu. Tambah iri, tambah ingin ada di posisi mereka.

Lima tahun lagi, gue bakal duduk di kursi mereka. Gue yang bakal disumpah profesi, dan resmi jadi psikolog (klinis) anak. Gue yang akan bayar uang lima ratus lima puluh ribu (lima tahun lagi mungkin jadi berkali-kali lipoat) ke Himpsi buat daftar izin praktek. Tolong mudahkan ya, Allah. Amin!

Lima tahun lagi. September dua ribu lima belas. Farraas Afiefah Muhdiar, S.Psi, M.Psi, Psikolog.

Wednesday, August 11, 2010

To Be Surprised

I am a pretty-well-planned person. I always google the TransJakarta route before going somewhere by it. I have a schedule book so I can write down my monthly plan on it (because I’m aware that I’m a forgetful person). I planned to take an internship or job at this holiday so I don't seem that useless (by watching DVDs / playing games / browsing & chatting / reading novels all day long). I plan my college-schedule with my best mates, so we could always be together. We choose which courses we want to take, and which class of those courses we want to take. For this term, we planned not to choose courses on Friday, so we will always have a long weekend for at least the next six months. I plan to take professional degree as soon as I finish my bachelor’s degree, so I can be a psychologist (either a child one or a clinical one – I’m not sure yet). I even plan to have a husband that similar to my dad (well, who doesn’t?). That kind, that sweet, that perfect.

But, eventually, some of my plans don’t work out as well as it planned to be.

I sometimes forget to write down my monthly plan on the schedule book. Or sometimes I have two/three plans a day and I can’t write all of them because the space is too tiny. I ended up doing nothing at this holiday. I still go to my college at least three times a week to have some so-called meetings, of course, but because I can’t earn money from that, that doesn’t count. But, as the holiday is almost ended (which is right now), my firstreader mates told me that we have another chance! Yes, we have another chance to be GagasMedia’s firstreader, which means that we have another chance to read a looooot of manuscripts, and earn some money (ahem, money!). I didn’t get two courses I want to take (Sexual Behavior Psychology and Family Education), because everyone wants to take them and the website we use for the online-registration is down and keep showing ‘500 Internal Server Error’ for minutes (yes, even a minute is matter if you want to get all the courses you want). Because I didn't get them, I only get 20 credits (while I could take 24 credits). Yaps, unlike the plan, I can't have a long holiday every week. I even can’t take the same Research Methodology and Statistics class as Anis, Ita, Icca, Ekki, and Ryan’s. The only person I know who is also in that class is Posma – and thank God I still have him. This whole online-registration thing is so frustrating and makes us furious. What? You don’t believe that? Go check me and my friends’ twitter account, and see how furious we were yesterday. I don’t know about my last two plans I wrote before, obviously, but I hope I still can get a super-husband, and be a successful psychologist, mom, and wife. Doesn’t that sound perfect and lovely?


And I learned that sometimes we cannot get everything we want. Man proposes, God disposes – that’s what my mom said. Sometimes, His plan is different than ours. And here’s the cool fact: though His plan is not always the same as ours, His is always better!


That’s why I like this quote so much:

“Instead of telling our young people to plan ahead, we should tell them to plan to be surprised.”
-As heard in one of my favorite movie, Dan In Real Life.




Monday, July 26, 2010

Cukup Satu Kali

Saya tahu, cuma orang bodoh yang gambil 4 kepanitiaan yang waktunya hampir bersamaan (ITP, Kamaba, Transformer, Piastro) sekaligus. Saya pikir saya masih bisa membagi waktu dan konsentrasi. Ternyata... Saya nggak bisa.

Kamaba begitu menyita perhatian dan tenaga saya. Rapat hampir setiap hari dari pagi hingga sore bahkan malam, membahas acara dari segi konsep hingga teknis, dan lainnya. Tapi saya sangat menikmati menjadi bagian dari tim acara Kamaba. Capek memang - fisik dan pikiran - tapi saya jadi dapat banyak pelajaran. Saya juga dapat tanggung jawab yang lumayan banyak. Dan, sebagai reward-nya.... Saya dapat banyak "gosip" seputar kehidupan kampus. Karenanya, saya meletakkan Kamaba di prioritas pertama saya. Di atas tiga kepanitiaan yang lain.

Saya baru kali ini menyesal karena ngambil terlalu banyak kepanitiaan, sungguh. Tapi kali ini saya benar-benar sadar akan keserakahan saya, dan berjanji tidak akan mengambil lebih dari dua kepanitiaan yang waktunya bersamaan nantinya. Cukup sekali saya kebingungan begini. Cukup sekali saya bikin kecewa teman saya begini. Cukup sekali.



P.S: Maaf ya untuk pihak-pihak yang saya rugikan karena kebodohan saya yang satu ini. Wajar kok, kalau kalian kecewa sama saya. Saya nggak akan ngulangin ini, janji!

Tuesday, July 6, 2010

Ababilisme Masa SMP

Kemaren malem, saya chatting sama salah satu temen SMP saya lewat BBM. Kami dulu nggak terlalu deket (mungkin karena saya dulu mainnya sama cewek-cewek aja). Tapi rupaya flashback tentang memori SMP bisa membuat percakapan jadi begitu menyenangkan.

Saya ini orangnya pelupa, jadi untuk dapat mengingat sesuatu yang sudah cukup lama berlalu, saya butuh stimulus yang kuat.

Pada akhirnya, kemarin malam saya jadi ingat lagi beberapa kenangan SMP saya. Termasuk sebelum saya masuk ke kelas akselerasi. Saya ingat, dulu saya senang setengah mati karena bisa sekelas sama anak yang (dulu) saya suka. Saya ingat, dulu pas MOS kami sekelas nyanyi 'Sajojo' di tengah lapangan, dengan lumuran odol di pipi kami, supaya lebih mirip orang Irian (agak maksa sih emang). Saya ingat, dulu ada satu cowok yang usilnya bukan main, yang suka curi-curi pegang tangan saya (waktu itu saya masih amat sangat religius dan gamau tangan saya disentuh cowok sedetikpun, makanya dia jadi iseng colek-colek tangan saya terus) dan pernah nyentuh belakang kepala saya pake rekorder buat ngecek keberadaan rambut saya (dia kekeuh bilang saya botak gara-gara saya pake jilbab). Saya ingat pindah ke kelas akselerasi kemudian, dan mulai jadi jauh sama temen-temen saya di kelas reguler.

Beda dengan di SMA, perjalanan saya di kelas akselerasi ketika SMP agak lebih berat secara sosial (kalau SMA tentu lebih berat secara kognitif). Ketika SMP, sudah jadi tradisi turun-temurun sepertinya bahwa anak akselerasi akan dikucilkan oleh anak kelas reguler. Ini memang bukan tanpa sebab sih. Selain karena masalah "ababilitas", saya rasa ini karena kesenjangan yang disebabkan oleh para guru dan terutama koordinator kelas akselerasi (tuh kan saya nyalahin orang lagi). Bayangin aja, kami punya dispenser di kelas, sementara anak kelas reguler tidak. Kami punya komputer dengan koneksi internet, LCD, loker, dan AC, sementara anak kelas reguler tidak. Kursi kami bahkan seperti kursi anak kuliahan, dan boleh ditata sesuka kami, sementara anak kelas reguler tidak. Terlebih lagi, guru-guru selalu membanggakan kami secara berlebihan saat mereka mengajar di depan anak kelas reguler. Kalo saya nggak masuk aksel, mungkin saya juga bakalan sirik dan jadi benci anak aksel.

Anak reguler dapet banyak temen, kami cuma dapet banyak fasilitas. Sedih ya emang. Untungnya, temen sekelas saya yang cuma dua puluh itu pun juga asik-asik dan seru-seru, dan bikin saya nggak segampang itu ngelupain masa SMP saya. Saya juga ingat konflik-konflik kecil sampai besar yang pernah terjadi di kelas. Mulai dari karena ada anak yang kami rasa terlalu sombong dan otoriter, sampai karena masalah klise... berebutan cowok.

Lucu ya, kalau dipikir-pikir. Cuma gara-gara cowok, perempuan di kelas kami jadi terbagi dalam dua kubu. Sayang banget sih, kalo dipikir-pikir. Tapi jaman-jaman berantem itu justru yang bikin masa SMP saya jadi seru dan menyenangkan, terlebih karena gara-gara berantem-beranteman itu, saya jadi punya sahabat. Empat orang yang nggak pernah berantem sama saya sedikit pun sampai sekarang (percaya nggak sih?). Empat orang teman gosip, teman nonton dvd dan makan nasi goreng superpedes di basecamp (baca: rumah rista), tempat curhat, partner ngakak, temen nginep, dan temen pulang malem (padahal masih SMP tapi kami suka pulang jam 11 malem). Empat orang yang selalu jadi kesayangan saya.

Agak nggak ada konklusinya sih, postingan saya yang ini. Saya cuma seneng aja karena bisa kembali ingat masa-masa SMP saya yang penuh dengan tindakan bodoh (yang memang umum dilakukan oleh abg labil seusia kami). Mengingat masa lalu memang selalu menyenangkan, bukan? Well, menyadari bahwa unsur terpenting dari masa lalu masih ada hingga sekarang juga sama menyenangkannya.

Friday, June 11, 2010

Expectations

I just found out my latest GPA. Well, It is... disappointing. It is better than my very first one, actually- but it is just.. way below my expectation. It is my fault, I know, for putting an extremely high one.


Cuma karena Psium dan Faal nilainya A, saya jadi berani naro target yang cukup tinggi. Begitu sombongnya saya, sampai saya lupa kalau kedua mata kuliah itu (jika dijumlah) harganya cuma 6 sks. Begitu sombongnya saya, sampai saya ngelupain 16 sks yang lain. Saya lupa kalo masih ada mata kuliah yang namanya Etika dan Filman, yang nggak saya suka sama sekali karena gaada sangkut-pautnya sama psikologi, dan akhirnya benar-benar menikam IP saya dari belakang.

Penyesalan selalu datang belakangan, begitu kata orang-orang.

Tapi, jujur, saya bingung.
Apa yang harus saya sesalin?
Toh nilai yang saya dapet di semester ini benar-benar sesuai dengan minat dan usaha saya.

Saya suka Psium, saya suka Faal, saya belajar mati-matian; saya dapet nilai bagus.

Saya nggak suka metpen, tapi saya tetep semangat belajar dan ngerjain penelitian karena saya tau itu penting buat skripsi; saya dapet nilai yang lumayan.

Saya dapet nilai UTS IPK (nama mata kuliah - lupa kepanjangannya apa) yang super, duper jelek, tapi kemudian saya berusaha setengah mati buat benerin (termasuk ngirim e-mail ke dosennya dan minta feedback - dan ngerayu minta remed atau tugas tapi ternyata ga dikasih, haha); saya dapet nilai yang juga lumayan.

Saya benci setengah mati sama Filman dan Etika - terutama karena saya nggak juga bisa ngerti apa korelasi dua mata kuliah terkutuk itu dengan psikologi - dan malah marathon DVD satu malam sebelum UTS dan UAS dan baru mulai belajar pas hari H; saya dapet nilai yang amat, sangat, terpuruk.

Adil, kan?

Saya sebenarnya udah bosen ngutukin diri sendiri sejak tadi. Gara-gara IPK saya cuma segini.

Tapi, sebenernya, secara tidak sadar, semester ini saya belajar untuk jadi orang yang bertanggung jawab.
Bebas dan bertanggung jawab.
Saya belajar, saya dapet nilai bagus; saya santai dan males-malesan, saya dapet nilai yang ala kadarnya.

Pada akhirnya, yang bisa saya lakuin lagi-lagi cuma bersyukur.
Karena setidaknya, IP saya naik.
Meskipun naiknya cuma sedikit.
Yah, setidaknya saya lebih baik dari semester kemarin.
Meskipun lebih baiknya cuma sedikit.
Setidaknya saya bisa nunjukin ke diri saya sendiri kalau saya masih bisa berubah jadi lebih baik.
Meskipun berubahnya cuma sedikit.

Berarti, semester depan saya juga bisa berubah jadi lebih baik lagi!


Satu hal lagi yang harus saya syukurin adalah punya Anis, Umaira, Ratih, Niken, dan Merina. Kenapa? Karena kalau saya nggak menghabiskan waktu sama mereka hari ini, mungkin saya jadi tambah bete gara-gara IP yang hanya segini.

Therefore, girls, I really thank you for today!
Terima kasih karena telah membiarkan saya duduk di bangku depan sementara kalian berlima duduk berdesakan di bangku belakang, di taksi, dari Depok sampe PIM.
Terima kasih karena kalian mengajak (memaksa?) saya buat makan sushi, meskipun saya tetep nggak berubah pikiran - saya tetep nggak suka sushi (kecuali yang bahan dasarnya bukan ikan - ha!).
Terima kasih karena kalian dengerin cerita saya tentang si anak UPI yang centil itu.
Terima kasih karena kalian sangat mengerti kegalauan saya hari ini yang disebabkan oleh satu dan lain hal yang tidak bisa saya jelaskan di sini (meskipun kalian malah jadi superngeselin, haha).
Terima kasih untuk senang-senangnya, untuk tawanya hari ini.
Terima kasih untuk semuanya. I'm superlucky to have you girls. Truly!


Dibalik IP saya yang kurang memuaskan, saya ternyata mendapatkan pelajaran: masih banyak hal yang masih bisa disyukuri.

Tuesday, June 1, 2010

This Week

Well, it's been a pretty good week for me.
This week starts this 3-month-holiday pretty well,
and I can't wait to spend the rest of them.
This week, I went to several places with people I love.
Sit back, relax, and here's the list.

1. Having a quality time with family
Well, as I told you before, mom has just got home, so I decided to spend my whole day (the day after mom got home - friday) with my family. Well, we went to ambassador to buy a new cell phone for me and mom (yipey!), then visited my auntie and her new baby at hospital, then had a dinner.

2. Hanging out with Bebita, Nirmala, and Metta
It's been several months since we didn't meet each other and also years since we didn't hanging out together , just the five of us (too bad Radita can't join us because she's still in Solo). So we decided to have a quality time by going to Senayan City. We really had fun there. We did normal and usual things that adolescences usually do: Sharing stories and gossips, telling jokes, eating Tutti Frutti, and watching Prince of Persia (that was a reaaally good movie, by the way), yet I still really enjoy that because they're my best highschool mates, and you know what? I miss them already! :)

3. Hunting at Car Free day with Pravita, Ekki, Dandy, and Kak Dhea
We went to Bunderan HI, then went to Monumen Nasional (yes, on foot!), then ate ice cream at Ragusa, took a Zuhur prayer at Istiqlal, then went home. Don't tell anyone, but I got lost on Istiqlal and almost took the wrong Transjakarta Bus (haven't I told you that my hippocampus might be little broken?). But after all, going out with them is also really, really, fun. Can't hardly wait to have another photo hunting at TMII!

4. Going to Monumen Nasional (again!) with BEM Fakultas Psikologi 2010.
We laughed all the time. Mocked each other. Criticized each other (at snowball game). Sure, we had a great time, too!

5. Celebrating Kenny's 5th birthday
Having a great time with Kenny's family, Wak cukdo's, Kak Nana and her boyfie, Kak Imay, and also my own one. Oh, and I met Rista there! What a lovely coincidence ;)

I hope this is not my greatest week, because i am longing for another great one(s) :)

Wednesday, May 26, 2010

Liburan?

I can't believe that the final exam is over! Rasanya kemaren baru aja mulai ujian metpen, eh sekarang udah selesai. Rasanya kemaren baru rebutan ngisi SIAK, eh sekarang udah tinggal nunggu IP keluar. Rasanya kemaren baru ikutan PMB, eh sebentar lagi bakalan jadi panitia.

Dan setelah benar-benar tertekan selama semester dua (iya - baru semester dua!), akhirnya gue bakal liburan tiga bulan! Iyaaaa, tiga bulan! Well, sebenernya yang ada di pikiran gue begitu tau gue bakal liburan panjang cuma ini sih: 'mau ngapain gue liburan tiga bulan?'. Apalagi gue ga jadi ikutan SP gara-gara ngincer dosen yang asik, dan cukup sadar diri kalo belum cukup umur buat cari kerjaan (kerjaan di GagasMedia itu ternyata bener-bener kesempatan yang langka loh - aduuuuh mau lagi!). Tapi, setelah gue pikir ulang, sepertinya gue akan jadi cukup sibuk liburan ini. Gue ga tau sih bakalan sesibuk apa, tapi ini list kepanitiaan yang gue ikutin selama beberapa bulan ke depan: Penerimaan Mahasiswa Baru (acara), Introduction To Psychology (humas), PIASTRO (humas), Transformer (Publikasi), dan baru saja dirayu dipaksa Ratih buat ikutan juga di Tenda Purnama (humas) - tapi masih galau mau diiyain apa enggak. Oh iya, dan tugas gue di BEM sepertinya akan menumpuk karena selain harus kembali mengedit BUNCH, sepertinya perizinan website BEM udah mau kelar sehingga berarti kerjaan gue jadi nambah satu huhuhuhuhuhuhu. As I always said, I love being busy, tapi gue tau time-management gue saaaangat buruk dan gue orangnya panikan serta cukup emosional (lihat aja postingan gue yang terakhir AHAHA *tertawa miris*), sehingga kalo ga pinter ngebagi prioritas, gue akhirnya cuma bakal nyusahin orang lain. Jadi, mari doakan supaya semua kepanitiaan di atas rapatnya ga barengan.

Selain takut nggak ada kerjaan, hal yang gue takutin selama liburan adalah kangen sama temen-temen gue! Well, being with Awanis, Umaira, Ratih, Merina, Niken, and Mirza is one of many reasons that makes me love my college life. Argh, I'm so gonna miss youuuu, ladies! ;)

Anyway, mom's gonna be home tomorrow (setelah berada di Hongkong selama hampir dua bulan karena satu dan lain hal). Berat deh ya ngomongnya but I feel like missing her (eaaaa I know she's gonna read this and will be blushed kikikikiw). Soooooo, knowing that she'll be home tomorrow is great and making my day even more :)

Dan oh, tadi Kak Wuri baru aja disidang dan you know what... dia lulus cumlaude! Argh maaaaaan gue iri-seiri-irinya!
Ada apa dengan tidak mau jadi study oriented yas?
Yayayaya nyatanya gue kepingin sekali lulus cumlaude (dan bisa bikin nyokap bangga karena setau gue orang tua yang duduk di dalem balairung cuma orang tua yang anaknya lulus cumlaude -- correct me if i'm too sotoy). Ya Tuhan, saya ingin sekali lulus cumlaude apalagi kalo tiga setengah tahun apalagi kalo saya bisa tetep aktif di kepanitiaan sehingga saya jadi sukses akademis dan non akademis. Saya ingin lulus saat usia saya 19 tahun lebih dua bulan. Saya ingin sekali bisa jadi cumlauder paling muda. Saya ingin bikin orang tua saya bangga. Amin!

Maaf ya udah lama nggak ngeblog jadi gue tau bahasa gue hancur lebur dan bercampur-campur. Pardon my languange. Have a supernice holiday, Pals. Adios!

Wednesday, May 12, 2010

(Almost) Killed by Tasks

Terdengar bodoh nggak, sih, kalo ada orang yang nangis cuma gara-gara tugas?

Padahal orang itu sendiri yang nyanggupin buat jadi editor semua tugas kelompok yang ada.
Padahal orang itu sadar kalo ini kontribusi yang paling fisibel yang bisa dia kasih ke kelompok: ngedit.
Padahal orang itu sadar kalo dia suka dengan tugasnya: ngedit.
Meskipun dia tau, dengan ngedit tugas, dia harus nungguin bagian tugas yang dikerjain sama temen-temennya.
Meskipun dia tau, dengan begitu, dia baru bisa mulai kerja kalo temen-temennya udah mulai kerja.
Meskipun dia tau, dengan begitu, dia harus memastikan kalo semua temen-temennya udah ngirimin bagiannya ke dia. Dan setiap malem SMS temen-temennya buat ngingetin nyelesain bagiannya dan cepet ngirim ke dia via e-mail. Dan jadi terkesan otoriter, galak, dan sok jadi ketua kelompok - padahal dia bukan siapa-siapa.
Meskipun dia tau, dengan begitu, dia bakal berakhir dengan setumpuk tugas yang harus selesai sebelum deadline.
Meskipun dia tau kalo deadline-nya adalah saat UAS.
Meskipun dia tau: kalo tugasnya nggak selesai akhir minggu ini, maka saat minggu UAS pikirannya akan jadi kepecah dua: UAS dan tugas.
Meskipun dia tau, dia nggak pinter-pinter banget buat ngerjain UAS tanpa belajar karena masih sibuk sama tugas.

Nggak perlu dikasih tau lagi, kan, orang itu siapa?

Gue tau kedengerannya aneh banget, bodoh banget, cengeng banget, tapi iya - gue nangis karena tugas.

Gue bosen ngerjain laporan penelitian ini dan itu.
Gue bosen SMS temen-temen gue buat cepet-cepet ngirim e-mail ke gue; karena gue tau mereka semua punya kesibukan dan punya tugas-tugas lain yang juga harus dikerjain.
Gue bosen ngerjain tugas setiap hari sampe tengah malem, dan besoknya lanjut ngerjain tugas yang lain.
Gue sebel karena tugas-tugas ini seakan-akan nggak ada habisnya.

Gue tau, gue bukan satu-satunya orang di dunia ini yang dapet tugas sebanyak ini dari dosennya.
Gue tau, senior-senior gue yang lagi kuliah di semester empat, enam, atau bahkan delapan, tingkat stress-nya bermilyar-milyar kali lebih tinggi daripada gue, dan toh mereka masih (terlihat) baik-baik aja.

Gue tau, gue harusnya lebih tahan banting.

Baru semester dua aja udah loyo, gimana semester-semester berikutnya nanti?
Baru dapet Metpenstat 1 aja udah keliyengan, gimana dengan Metpenstat 2, Metpenstat 3, KAUP, dan juga skripsi, nanti?

Lagi-lagi gue sangat permisif.
Boleh nggak sih nyalahin hormon (yang lagi sangat fluktuatif)?
Nggak boleh ya?
Well then, the only thing I could blame at is myself.
Karena terlalu manja, kekanak-kanakan, emosional, dan labil.

Oke, sekian dan terima kasih.

Tuesday, May 4, 2010

Garfinkeling

Breaching Experiment, atau yang lebih populer dengan sebutan 'Garfinkeling', adalah salah satu tugas kuliah yang paling menarik yang pernah gue dapet. Ini yang harus dilakuin: Lakuin sesuatu (apapun!) yang ngelanggar norma/peraturan sosial yang nggak tertulis, dan lihat gimana reaksi orang-orang.

Dari tahun ke tahun, penelitian ini emang jadi sesuatu yang paling ditunggu-tunggu, karena seru dan sangat menyenangkan -- meskipun juga memalukan.

Ada yang ke restoran mahal terus makan pake tangan, ada yang kerokan di mall, ada yang senam di senayan pake baju pesta, ada yang tidur di mall, ada yang bayar belanjaan di mall kelas atas pake recehan, ada yang lomba lari di eskalator, ada yang curhat sama orang nggak dikenal, dan lain-lain.

Gue satu kelompok sama Posma, Ratih, Ume, Niken, Ekki, dan (pastinya; lagi-dan-lagi:) Anis. Jadi lah kita bertujuh berembuk buat nyari ide. Apa ya? Simpel, tapi seru. Dan unik. Apa ya? Terus gue inget deh, ada salah satu senior yang Garfinkeling-nya itu nyuci baju di wastafel di sebuah restoran siap saji. Gue kemudian jadi dapet ide (meskipun udah nggak bisa dibilang kreatif lagi): Keramas di restoran!

Untungnya ide gue disambut dengan saaaangat baik, dan disempurnain supaya jadi makin ciamik. Nggak cuma keramas, kami juga bakalan cuci muka dan sikat gigi di wastafel. Sounds pretty silly, yet fun. Pelakunya tentu si tiga wanita yang ganjennya tiada tara: Ume, Ratih, dan Niken. Anis dari awal udah ngetek buat jadi interviewer, sementara gue ngetek buat jadi sie dokumentasi (eaaa cari aman). Posma juga jadi dokum, dan Ekki akhirnya (terpaksa) jadi interviewer juga.

Jadi lah kami berdelapan (plus Merina, meskipun nggak satu kelas sama kita) pergi ke Citos siang tadi. Sayangnya ini hari kerja, jadi Citos nggak seramai biasanya. Kami milih A&W sebagai tempat kejadian perkara, karena wastafelnya terbuka; jadi orang-orang bisa ngeliat dengan leluasa. Untungnya, manager A&W sangat baik hati dan tidak sombong: ngebolehin kita buat eksperimen di sana (meskipun nggak boleh kalo pas jam makan siang).

Alhamdulillah, eksperimen kami cukup sukses. Umaira, Ratih, dan Niken berhasil bikin satu A&W curi-curi pandang dengan tatapan yang lumayan merendahkan. Ya iyalah, bayangin aja: Ume keramas pake sampo dan sempet-sempetnya jalan-jalan ke sudut ruangan dengan rambut yang penuh sampo; Ratih cuci muka dengan shower cap yang 'ucul beuuuudh' (do I spell it right, Tih?); Niken juga cuci muka dan kemudian gosok gigi - dan sempet-sempetnya nengok ke arah orang-orang sambil manggil nama Ratih dengan kenceng supaya semua orang nengok dan ngeliat mukanya yang masih ketutup sama sabun muka (that was super-hilarious!); dan oh, ini klimaksnya: Setelah keramas, Umaira ngeringin rambutnya pake hand-dryer (atau apalah itu namanya - yang buat ngeringin tangan). Oh, dan semua kegiatan di atas disertai dengan iringan musik yang keluar dari hape-nya Ratih. Super norak 2010.

Sayangnya, reaksi orang-orang yang ada di sana kurang keliatan. Mereka kebanyakan cuma lirik-lirik sedikit. Yang ngakak terus-terusan malah gue. Hm, mungkin karena mereka jaga image juga, takut dibilang freak kalo ngetawain orang yang nggak dikenal. Tapi kebanyakan dari mereka untungnya mau di wawancara. It's obvious: Semuanya ngerasa apa yang dilakuin sama Ume, Ratih, dan Niken itu konyol banget. Keramas, cuci muka, sama sikat gigi kok di restoran. Malah ada yang ngira mereka 'sakit' atau kenapa.

Sayang bangeeeeeet, we don't have any picture of that. Abis ribet sih kalo moto, jadi gue sama Posma cuma ngerekam pake handycam aja (i put it in my bag loh, keren kan sok-sok candid camera gitu wahaha). You gotta see the video(s), it's sooo funny! (But I guess that'd be much funnier if people laughed at them (OUT LOUD) or just simply told them that washing hair / face and brushing teeth at the restaurant isn't right and, of course, freak).

Lucu sih ya kalo dipikir-pikir. Nggak ada peraturan yang bilang kalo keramas di restoran adalah hal yang salah; tapi semua orang seakan-akan terprogram kalo itu salah. Nggak ada peraturan yang bilang kalo senam pake baju pesta, makan pake tangan di restoran mahal, atau curhat dengan total-stranger adalah hal yang salah; tapi semua orang seakan-akan terprogram kalo itu salah.

Eksperimen ini emang kedengerannya simpel dan akan selalu menghasilkan kesimpulan yang sama: ada 'kekuatan besar' yang seolah-olah selalu mengontrol tingkah laku manusia (terutama saat manusia tersebut lagi berperan sebagai anggota masyarakat). Tapi, butuh keberanian yang amat sangat besar buat bisa ngelakuin penelitian ini dengan sukses (YES: Umaira, Ratih, and Niken got guts). Dan lagi pula, Garfinkeling ini saaaangat menyenangkan dan bisa dijadiin ajang katarsis juga :--D

Sebenernya sih Garfinkeling lebih pas buat dikategoriin sebagai penelitian sosiologi daripada penelitian psikologi - secara Harold Garfinkel aja sosiolog, bukan psikolog. Ya tapi semua orang juga pasti setuju kalo sosiologi dan psikologi itu masih punya hubungan darah; jadi ya sah-sah aja dong kalo orang psikologi juga mau tau tentang si Garfinkeling ini. Sah-sah aja dong kalo gue jadi bangga karena gue dapet tugas kuliah yang saaaangat menyenangkan (yang ga akan lo dapet kalo lo kuliah di *garisbawah* kedokteran, teknik, akuntansi, atau jurusan-jurusan lain).

For the n-th time, I feel so thankful that He putted me here. No doubt, psychology is the best place for me ;)


--tambahan
Ekki berbaik hati ngedit videonya supaya jadi lebih lucu dan ngupload ke youtube. So here's the link - you HAVE to watch them!




Monday, April 26, 2010

Lucu, Memang.

Lucu ya, bagaimana pandangan kita mengenai seseorang bisa berubah hanya dalam beberapa detik.

Kita mungkin sudah mengenalnya berhari-hari, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun.
Kita mungkin merasa sudah mengenalnya dengan cukup baik.
Tapi kemudian ada satu momen yang terjadi begitu saja: yang membuka sisi lain dari orang tersebut - yang selama ini terlipat rapi.

Lucu memang, mengetahui sebuah fakta baru, dan merasakan apa yang mereka sebut dengan kekecewaan.

Lucu memang, seketika melupakan semua hal positif yang dimiliki orang tersebut, yang membuat kita merasanya senang didekatnya selama berhari-hari, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun, sehingga kini hanya sisi negatifnya saja yang melekat dalam memori.

Lucu, karena beberapa saat kemudian, saat hubungan mulai renggang karena satu-per-satu keburukan yang lain mulai terkuak, kita malah jadi bisa menghargai perbedaan.

Lucu, karena pada akhirnya, kita tidak lagi peduli dengan segala keburukan yang ia punya.

Kita pun sadar, perbedaan itu tidak lah penting, asal keberadaannya masih bisa membuat kita merasa nyaman.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...