Sunday, September 25, 2011

The Festival

Saya nggak bisa nulis panjang lebar karena sekarang saya capek luar biasa. Intinya, saya seneng banget rangkaian acara Psychology Festival yang pertama bisa berjalan dengan lancar, terutama tentu Introduction To Psychology, acara yang saya pegang. Banyak sekali feedback positif yang masuk karena acaranya bener-bener lancar dan nggak ada hambatan yang berarti.

Bukan berarti perjalanan saya di Psyfest mudah dan tanpa cobaan. Ada kok beberapa cobaan kayak beberapa pengisi acara yang tiba-tiba bilang nggak bisa dateng pada H-1 atau H-2 acara. Ada juga beberapa masalah lain yang nggak bisa saya tulis di sini. Tapi ketika pernah ngerasain badai, hujan yang deras sekalipun tidak akan lagi terasa berat. That's exactly what I feel. Ketika sebelumnya saya dapet hantaman yang begitu berat, sedikit masalah dan pengorbanan nggak lagi berarti apa-apa.

Pekerjaan saya di ITP selama dua hari ini juga jadi terasa mudah dan menyenangkan berkat orang-orang ini:



Terima kasih karena membuat segalanya jadi lebih mudah dan menyenangkan, dan simply karena kebanyakan dari kalian bilang kalau ini adalah kepanitiaan yang paling menyenangkan buat kalian. 

Dan akhirnya, saya benar-benar senang karena everything is totally worth it. Ditambah lagi dengan komentar salah satu peserta yang ternyata ikut ITP tahun lalu juga. "Pokoknya ITP tahun ini jauh lebih bagus daripada yang tahun lalu saya ikutin." Pada akhirnya, saya jadi tahu, begini rasanya kalau kerja keras kita dihargai secara positif oleh orang lain. Begini rasanya kalau bisa mempertahankan suasana kerja yang menyenangkan meskipun banyak orang yang panik dan menekan. Begini rasanya bisa puas terhadap performa diri sendiri, meskipun sadar kalau sebenarnya masih bisa lebih baik dari ini.

Dan pada akhirnya, saya senang karena satu kewajiban besar saya tahun ini tuntas sudah. Tinggal dua lagi. Tinggal sebentar lagi!

Friday, September 9, 2011

September

Tumblr_lqurh6er7y1qh7wudo1_500_large


Bulan September ternyata akan jadi bulan yang berat untuk saya. Kesibukan di kampus akan jadi luar biasa, ditambah dengan kedua pembantu saya yang bisa-bisanya tega nggak balik lagi, padahal salah satu dari mereka udah kerja sekitar tujuh tahun.

Doain saya, ya, supaya bisa membagi konsentrasi dengan baik. Supaya bisa ngerjain semuanya dengan baik. Supaya bisa nggak ngecewain diri saya sendiri dan orang lain.

Doain saya ya, supaya nggak kehilangan semangat. Supaya saya nggak jenuh, dan tetap semangat. Untuk Kamaba, Psyfest, BEM, dua puluh dua SKS yang saya ambil semester ini, dan setumpuk pekerjaan rumah tangga. 


Saturday, September 3, 2011

To Be A Good Cook, And Even A Better Mom

Beberapa hari ini, saya sedang menikmati hobi yang hanya bisa saya lakukan sekitar dua minggu dalam setahun: memasak.

Di postingan terakhir saya memang banyak mengeluh. Even Charlotte York ngeluh dan butuh time out kok meskipun dia se-sayang itu sama anak-anaknya. Agak aneh emang analoginya, but you got my point, right? Ngurusin pekerjaan dapur emang melelahkan dan nggak ada habisnya; selalu ada piring kotor, makanan yang harus dimasak, peralatan masak yang kotor, dan piring kotor lagi setelah selesai jam makan - begitu terus selanjutnya. But everything is worth it when you see the look of your family's face when they are eating the meal you cook, and saying that you're a good cook.

Karena belakangan akrab banget sama dapur, saya jadi ngeh kalo masak-memasak akan jadi lebih seru kalo ada beberapa peralatan masak yang di-upgrade. Beli baru maksudnya. Misalnya aja, karena wajan di rumah saya udah mulai suka lengket kalo dipake, alangkah indahnya dunia kalau ada wajan baru yang dari teflon.

Tapi terus saya mikir, ngapain juga saya minta beliin wajan mahal-mahal, toh nanti kalo mbak saya pulang saya udah males ke dapur lagi. Toh nanti kalo udah mulai sibuk di kampus udah nggak sempet masak lagi.

And then it hits me.... What if I always become 'too busy' for my whole life? What if I don't have time to cook for my family? Bayangin aja, abis ini saya S2, terus abis itu kerja (nulisnya sambil bilang 'Amin'). Gimana kalo nanti saya jadi ibu-ibu yang kalo pembantunya nggak pinter masak lebih prefer buat beli makanan di luar terus? Gimana kalo anak saya nanti cerita ke temennya kalo ibunya jarang banget masak? Gimana kalo saya jadi nggak bisa ngajarin anak-anak saya buat masak (dan shalat serta ngaji, seperti yang udah saya tulis sebelumnya)? Gimana kalo anak perempuan saya nanti bahkan sampe nggak bisa masak nasi tanpa rice cooker?

Jadi ibu yang baik dan sempurna buat seluruh anggota keluarga emang nggak gampang. Nggak akan pernah gampang. Apalagi buat working moms - nggak akan gampang buat bagi perhatian untuk urusan kerjaan dan urusan rumah. Mungkin saya harus belajar dari sekarang. Mungkin saya harus lebih peduli sama urusan rumah, sesibuk apapun saya di kampus.

(Calon suaminya aja belum ada, udah mikirin ginian, coba.)

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...