Showing posts with label Flashback. Show all posts
Showing posts with label Flashback. Show all posts

Tuesday, March 4, 2014

Gajah

 Setidaknya punya tujuh puluh tahun
Tak bisa melompat, ku mahir berenang
Bahagia melihat kawan yang betina
Berkumpul bersama sampai ajal

Besar dan berani berperang sendiri
Yang aku hindari hanya semut kecil
Otak ini cerdas, ku rakit berangka
Wajahmu tak akan pernah kulupa

Waktu kecil dulu, mereka menertawakan
Mereka panggil ku gajah
Ku marah
Kini baru ku tahu, puji di dalam olokan
(Mereka ingat ku marah)
Jabat tanganku, panggil aku gajah

Kau temanku, kau doakan aku
Punya otak cerdas
Aku harus tangguh
Bila jatuh, gajah lain membantu
Tubuhmu di situasi rela jadi tamengku

Kecil kita tak tahu apa-apa
Wajar bila terlalu cepat marah
Kecil kita tak tahu apa-apa
Yang terburuk kelak bisa jadi yang terbaik
Yang terburuk kelak bisa jadi yang terbaik

Kau temanku, kau doakan aku
Punya otak cerdas
Aku harus tangguh
Bila jatuh, gajah lain membantu
Tubuhmu di situasi rela jadi tamengku

- Gajah, written and sung by Tulus (2014)



The first time I heard that song through my earphone, I almost cried. The 'almost' exists because I was on a public place at the moment. The music and lyric was written wholeheartedly, and brings back so many memories from the past.

I used to be bullied at school, from primary until high school. "Gajah" was never my name, but my friends used to call me names. Names that are not really nice to hear.

I always wanted to look strong, though, so I just laughed about it. After all, my friends still loved me and still wanted to be my friend. After all, I was not the kind of children who get bullied, sit on the corner of the room, and have no friends. That's why, the submissive me kept telling myself that I didn't have to be upset about it. Yet sometimes I did cry at home when I couldn't handle it anymore. Kids are mean, especially around their preadolescence. Most of them can be obnoxious and disrespectful.

As I grew older, I learned to stop caring about bullies. I even realized that I should have pitied them. They were insecure, and they projected it into someone else's weaknesses, so that they could feel better about themselves. I learned to ignore their insults, and to think low of them.

However, even if I never liked it, being bullied helps me be who I am right now. It helps me learn that life cannot be impeccable all the time, and you have to suck it up. Being bullied as a child also made me be protective of those who are bullied. I'm going to be furious if some kids bullied my students, for instance.

Let's control ourselves not to make fun of other people, especially if we don't know them very well. Those people we made fun of is no less than us. Maybe we don't mean to hurt them, but a joke is no longer a joke if someone feels offended.

Sunday, January 19, 2014

About The Good, Old Days

I met my primary school mates today. It's been years since we last seen each other. I was not really close with most of them - especially the boys (because kids prefer to play with same-sex kids) - but we got along so easy because everything seems so familiar. I felt like I was being dragged back into my childhood.


Today was all about reminiscing the good old days,  where everything seems so easy. The days when our biggest problem was how to get our crush's attention. The days when I don't have to work so hard in order to get what I want (like good grades).  The days when we were imagining about the future, rather than planning for it. 
Today, I have something to be thankful for: I remembered that my childhood was filled with happiness, with me being surrounded by good friends.





And I am thankful for realizing that I'm heading where I always wanted to be since I was a little girl.  I hope I'm going there with the decent velocity. 

Saturday, January 29, 2011

Stupid Memory

Pelajaran berharga hari ini: jangan membuka sesuatu yang bisa membawa kembali memori lamamu. Yang bisa membuatmu merasa senang dan sedih di saat yang bersamaan. Yang bisa membuatmu tersenyum, tertawa kecil, terdiam, merengut, dan berkaca-kaca. Yang bisa membuatmu bertanya-tanya, 'bagaimana kalau...'. Yang bisa membuatmu ingin kembali berbicara dengannya, yang sudah berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun tidak bertemu atau sekedar berbicara denganmu di telfon. Yang bisa membuatmu kangen.


"Stupid memory,
must you bring up these things?
Stupid memory,
can I forget all of that
?
"
-Stupid Memory, Sondre Lerche


Maybe the answer is no. Maybe I can't. Maybe these are too sweet to be forgotten.




Maybe i'll always keep you in mine.


Tuesday, September 14, 2010

Xeco: Kangen.

Tiba-tiba, jadi kangen xeco. Kangen becandaan kasar a la xeco. Kangen dipanggil 'hong' atau 'ndut'. Kangen dikatain. Kangen di-bully. Kangen nge-bully Metta dan bikin dia nangis. Kangen curhat-curhatan sama Echy dan Metta pake bahasa Inggris. Kangen McD session bareng cewek-cewek kesayangan. Kangen main UNO di depan atau belakang kelas. Kangen solat di kelas. Kangen makan katering, meskipun ujung-ujungnya halo enggak Hoka-Hoka Bento, Sabana, ya Nasi Padang. Kangen nyanyi 'If We Hold On Together' dan 'Janger' bareng Pak Restu. Kangen belajar fisika, biologi, matematika, kimia. Kangen dengerin petuah-petuah sekaligus siraman motivasi dari Bu Nurul. Kangen ngerjain soalnya bu Eldy yang jumlahnya ratusan dan tulisannya suka nggak jelas. Kangen bikin Bu Eldy dan Rudi Sensei ngambek. Kangen dengerin lagu sambil bikin catetan penuh gambar dan warna pas pelajaran Pak Harno, biar meskipun ga ngerti, catetan gue tetep indah dipandang. Kangen ketawa bareng di pelajaran Pak Mufid atau Pak Tulus. Kangen nonton film-filmnya Nicholas Cage di pelajaran Mr. Resi. Kangen latihan senam sama mamanya Bebi supaya dapet nilai bagus dari Buk Nur. Kangen nyoba tes-tes kepribadian yang dikasih sama Bu Grace. Kangen nyebut guru pake nama panggilan yang aneh-aneh. Kangen ngeliat anak-anak cowok ngeledekin salah satu guru yang paling ajaib. Kangen latihan Lutung Kasarung Mencari Cinta. Kangen doa bareng sebelum SIMAK UI sampe nangis-nangisan. Kangen dipeluk Bu Nurul dan cewek-cewek begitu tau gue dapet UI. Kangen dibilang hoki sama xeco. Kangen ngerjain soal fisika pake teori nembak a la gue. Kangen otak-otak, bakwan, dan es leci. Kangen dengerin lagu pake headsetnya Papin atau Ready. Kangen ngeceng-cengin Mala sama satu-oknum-tertentu. Kangen dipanggil bertiga bareng Bebi dan Mala, nuntasin masalah tertentu. Kangen tambahan fisika bareng pak Amor di rumahnya Bebi. Kangen ngafalin rumus fisika, karena ga akan ngerti konsepnya. Kangen belajar beberapa menit sebelum ujian bareng Dita, Bebi, dan Chycha; bikin jembatan keledai terus ngafal sambil teriak-teriak. Kangen converence MSN atau Y!M bareng xeco. Kangen ngeceng-cengin Bebi sama Rambe. Kangen nebeng pulang naik mobilnya Lala bareng Lysa. Kangen berangkat jam 5.15 dari rumah. Kangen Xecostious Plavier. Banget. Kapan ya kita bisa ngumpul lengkap ber-duapuluhsatu?

P.S: ngumpul-ngumpul kemaren menyenangkan sekali! Kapan lagi bisa karaokean bareng xeco? ;)

Tuesday, July 6, 2010

Ababilisme Masa SMP

Kemaren malem, saya chatting sama salah satu temen SMP saya lewat BBM. Kami dulu nggak terlalu deket (mungkin karena saya dulu mainnya sama cewek-cewek aja). Tapi rupaya flashback tentang memori SMP bisa membuat percakapan jadi begitu menyenangkan.

Saya ini orangnya pelupa, jadi untuk dapat mengingat sesuatu yang sudah cukup lama berlalu, saya butuh stimulus yang kuat.

Pada akhirnya, kemarin malam saya jadi ingat lagi beberapa kenangan SMP saya. Termasuk sebelum saya masuk ke kelas akselerasi. Saya ingat, dulu saya senang setengah mati karena bisa sekelas sama anak yang (dulu) saya suka. Saya ingat, dulu pas MOS kami sekelas nyanyi 'Sajojo' di tengah lapangan, dengan lumuran odol di pipi kami, supaya lebih mirip orang Irian (agak maksa sih emang). Saya ingat, dulu ada satu cowok yang usilnya bukan main, yang suka curi-curi pegang tangan saya (waktu itu saya masih amat sangat religius dan gamau tangan saya disentuh cowok sedetikpun, makanya dia jadi iseng colek-colek tangan saya terus) dan pernah nyentuh belakang kepala saya pake rekorder buat ngecek keberadaan rambut saya (dia kekeuh bilang saya botak gara-gara saya pake jilbab). Saya ingat pindah ke kelas akselerasi kemudian, dan mulai jadi jauh sama temen-temen saya di kelas reguler.

Beda dengan di SMA, perjalanan saya di kelas akselerasi ketika SMP agak lebih berat secara sosial (kalau SMA tentu lebih berat secara kognitif). Ketika SMP, sudah jadi tradisi turun-temurun sepertinya bahwa anak akselerasi akan dikucilkan oleh anak kelas reguler. Ini memang bukan tanpa sebab sih. Selain karena masalah "ababilitas", saya rasa ini karena kesenjangan yang disebabkan oleh para guru dan terutama koordinator kelas akselerasi (tuh kan saya nyalahin orang lagi). Bayangin aja, kami punya dispenser di kelas, sementara anak kelas reguler tidak. Kami punya komputer dengan koneksi internet, LCD, loker, dan AC, sementara anak kelas reguler tidak. Kursi kami bahkan seperti kursi anak kuliahan, dan boleh ditata sesuka kami, sementara anak kelas reguler tidak. Terlebih lagi, guru-guru selalu membanggakan kami secara berlebihan saat mereka mengajar di depan anak kelas reguler. Kalo saya nggak masuk aksel, mungkin saya juga bakalan sirik dan jadi benci anak aksel.

Anak reguler dapet banyak temen, kami cuma dapet banyak fasilitas. Sedih ya emang. Untungnya, temen sekelas saya yang cuma dua puluh itu pun juga asik-asik dan seru-seru, dan bikin saya nggak segampang itu ngelupain masa SMP saya. Saya juga ingat konflik-konflik kecil sampai besar yang pernah terjadi di kelas. Mulai dari karena ada anak yang kami rasa terlalu sombong dan otoriter, sampai karena masalah klise... berebutan cowok.

Lucu ya, kalau dipikir-pikir. Cuma gara-gara cowok, perempuan di kelas kami jadi terbagi dalam dua kubu. Sayang banget sih, kalo dipikir-pikir. Tapi jaman-jaman berantem itu justru yang bikin masa SMP saya jadi seru dan menyenangkan, terlebih karena gara-gara berantem-beranteman itu, saya jadi punya sahabat. Empat orang yang nggak pernah berantem sama saya sedikit pun sampai sekarang (percaya nggak sih?). Empat orang teman gosip, teman nonton dvd dan makan nasi goreng superpedes di basecamp (baca: rumah rista), tempat curhat, partner ngakak, temen nginep, dan temen pulang malem (padahal masih SMP tapi kami suka pulang jam 11 malem). Empat orang yang selalu jadi kesayangan saya.

Agak nggak ada konklusinya sih, postingan saya yang ini. Saya cuma seneng aja karena bisa kembali ingat masa-masa SMP saya yang penuh dengan tindakan bodoh (yang memang umum dilakukan oleh abg labil seusia kami). Mengingat masa lalu memang selalu menyenangkan, bukan? Well, menyadari bahwa unsur terpenting dari masa lalu masih ada hingga sekarang juga sama menyenangkannya.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...