Friday, July 1, 2011

Seven Days In Sunny June

Seperti yang saya bilang sebelumnya, akhir-akhir ini saya merasa jauh dari-Nya, karena terlalu disibukkan oleh urusan dunia. Karenanya, saya sangat antusias ketika ayah saya mengajak kami sekeluarga untuk pergi sebentar, merelakan tujuh hari untuk lebih dekat dengan Tuhan, dan kemudian pergi dua hari untuk sekedar berjalan-jalan.

Maka pergilah kami ke dua kota yang paling diberkati oleh Allah. Tempat yang di dalamnya terdapat banyak bukti sejarah perkembangan Islam. Yang di dalamnya terdapat dua buah masjid terbesar dan termegah, yang akan membuat pahala kita bertambah 1000 dan 10000 kali lipat jika kita shalat didalamnya. Madinah dan Mekkah.


Saya suka Madinah. Kotanya nyaman dan sederhana, meskipun terik luar biasa karena saat siang suhu udaranya mencapai 45 derajat celcius. Bahkan, kata seorang pekerja Indonesia di sana, ketika Ramadhan nanti suhu udara di Madinah bisa mencapai 50 hingga 55 derajat celcius. Bayangkan.



Mekkah pun tidak kalah panas. Saya bahkan merasa lebih terganggu oleh teriknya panas matahari di sana - mungkin karena jarak antara Masjidil Haram dengan hotel yang saya tempati di Mekkah lebih jauh daripada jarak antara Masjid Nabawi dengan hotel yang saya tempati di Madinah. Mekkah terlihat lebih modern karena banyaknya gedung-gedung tinggi yang mengelilingi Masjidil Haram, termasuk jam yang baru saja selesai dibangun, yang merupakan salah satu bangunan tertinggi di dunia.

Saya lebih merasa nyaman berada di Masjid Nabawi daripada di Masjidil Haram, karena Masjidil Haram lebih penuh dan lebih panas karena tidak terdapat AC di dalamnya - tentu saja karena masjidnya terbuka, karena di tengahnya terdapat kubus hitam besar yang menjadi arah kiblat bagi seluruh umat islam di dunia, Ka'bah.



Melihat Ka'bah dengan mata kepala saya sendiri merupakan pengalaman yang menakjubkan buat saya. Seperti mimpi. "Mau-maunya ya orang-orang di seluruh dunia shalat menghadap ke sini, ke kotak gini doang!" Kata adik saya, sambil terkagum-kagum. Saya hanya tersenyum. Inilah mengapa agama disebut sebagai sesuatu yang bersifat supralogis, yang tidak bisa dijelaskan dengan logika manusia. Kita hanya harus percaya.

Saya juga terkagum-kagum melihat betapa beragamnya orang-orang yang berada di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Ada orang Iran yang memakai kain hitam di luar pakaiannya yang juga hitam, ada orang India dan Srilanka yang di hidungnya terdapat tindikan, ada orang pakistan yang bahasa Inggrisnya cukup baik jika dibandingkan dengan yang lain, orang Turki yang cantik-cantik dan roknya lucu-lucu, orang Arab yang bercadar dan mengenakan gamis hitam yang kini sudah banyak model dan kreasinya sehingga saya bisa menyimpulkan (dengan sok tahunya) mana yang kaya dan mana yang biasa-biasa saja, dan tentunya orang Indonesia yang terkenal suka belanja hingga hampir semua pedagang di Mekkah dan Madinah bisa bahasa Indonesia, setidaknya bisa mengerti dan mengucapkan beberapa perkataan sederhana yang berhubungan dengan jual-beli dengan bahasa Indonesia yang cukup fasih.

Bukan hanya suku, cara kami shalat pun tidak selamanya sama, meskipun tidak ada yang salah, karena kata ibu saya, yang berbeda itu bukanlah hal yang menjadi rukun atau syarat sah shalat. Contohnya saja, ketika i'tidal, ada yang meletakkan tangan di dada seperti ketika sedang melakukan gerakan pertama shalat. Ada pula yang justru mengangkat tangan ke atas seperti sedang berdo'a. Ada juga yang seperti kita orang Indonesia, meletakkan tangan di samping badan. Begitu juga dengan ketika sedang tahiyat. Ada yang tidak mengangkat jari telunjuk sama sekali. Ada yang hanya mengangkat sebentar, kemudian menurunkannya kembali. Ada yang mengangkat dan menggerakkan ke atas dan bawah berkali-kali. Ada pula yang sama seperti kebanyakan orang Indonesia, mengangkat dan menurunkannya kemudian, beberapa saat sebelum salam.

Perbedaan-perbedaan itu, meskipun membuat shalat saya berkurang kekhusyukannya karena asyik memperhatikan orang-orang di sebelah saya, membuat saya terkagum-kagum karena menyadari begitu beragamnya orang yang memeluk agama yang sama dengan saya. Kami berasal dari negara yang berbeda. Kami berbicara dengan bahasa yang berbeda. Kami dibesarkan dalam lingkungan budaya yang berbeda. Namun kami menyembah Tuhan yang sama dengan cara yang kurang lebih sama. Kami percaya pada hal yang sama.

Perjalanan ini membuat saya merasa lebih dekat dengan-Nya, karena saya benar-benar meninggalkan dunia saya sepenuhnya. Beruntung di Mekkah dan Madinah tidak ada wi-fi, jadi saya nggak tergoda untuk mengecek handphone saya.

Selesai menjalankan ibadah, kami bertolak ke Jeddah, tur sebentar lalu istirahat di Hotel. Esoknya kami melanjutkan perjalanan ke Dubai dengan pesawat. Di sana, kami juga tur mengelilingi Dubai hingga jam sebelas malam.





Saya terkagum-kagum melihat Dubai. Tata kotanya sangat rapi. Di Dubai juga terdapat banyak sekali gedung-gedung tinggi, termasuk gedung tertinggi di Dunia. Dubai juga memiliki lift tercepat di Dunia, yang terletak di gedung tersebut, yang dapat melewati lebih dari 120 lantai hanya dalam waktu kurang dari dua menit. Dubai juga memiliki hotel terbesar di dunia, mall terbesar di dunia yang memuat aquarium (semacam sea world) dan fountain water yang bergerak sesuai musik di dalamnya - yang saking besarnya hingga terdapat 'taksi' untuk mengelilingi mall, dan bandar udara terbesar di dunia. Di Dubai terdapat banyak sekali rumah yang megah dan mobil-mobil mewah yang adik saya ketahui jenis dan serinya dari permainan-permainan di komputer. Tidak ada penduduk lokal yang miskin di sini, karena semuanya mendapat tunjangan dari pemerintah, asalkan yang wanita menikah dengan pria lokal dan yang pria menikah untuk yang pertama kali dengan wanita lokal (istri kedua dan seterusnya diperbolehkan berasal dari negara lain). Dubai benar-benar kota yang maju, megah, dan bersih. Satu hari di Dubai benar-benar tidak cukup. Semoga saja saya bisa kembali ke sini, seperti juga kembali ke Mekkah dan Madinah.

Saya banyak berdoa di Mekkah dan Madinah. Di raudhah, di multazam, dan di tempat-tempat lain. Dua doa saya, agar handphone saya yang sempat hilang di Mekkah bisa kembali dan agar nilai kognitif saya baik dan tidak merusak IP saya di semester ini sudah dikabulkan oleh Allah. Saya percaya doa saya yang lain juga akan dikabulkan-Nya, termasuk doa agar bisa kembali melakukan perjalan ibadah seperti ini lagi, baik dengan keluarga saya maupun dengan keluarga saya yang baru, yang akan terbentuk beberapa tahun nanti, juga doa agar kami sekeluarga bisa menjadi orang yang jauh lebih baik sepulang dari perjalanan suci ini.





2 comments:

Sawitri Wening said...

aaah ayas senangnyaa.. mudah2an gue dan keluarga punya kesempatan yg sama seperti lo dan keluarga, mengikuti jejak itu yas. Hehehe..

Btw, pas baca "dengan keluarga baru saya," gw lgsg refleks senyum ya.. haha.. mau nikah muda ya yas *ini OOT banget ga si? hahaha

nice posting, yas :)

Unknown said...

IYA EMANG mau nikah muda kalo ada calonnya!!!!!! Ahahahahahaha

Terima kasih Wening, amiiin semoga bisa ke sana jg dalam waktu dekat heheh

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...